Jakarta – Santri muda yang juga CEO App Kesan (Kedaulatan Santri) Hamdan Hamedan menyebut, setidaknya ada tiga kiat berdakwah yang dapat menyatukan umat serta menghapuskan narasi pemecah belah kebinekaan yang mengatasnamakan dakwah.
“Pertama, dakwah yang baik. Artinya isi dakwahnya itu baik dan cara penyampaiannya pun dengan adab yang baik. Konten yang baik akan bermanfaat bagi pendengar dakwah, sedangkan adab yang baik membantu memastikan konten yang baik akan diterima oleh pendengar,” ujar Hamdan Hamedan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (21/1/2022) dilansir beritasatu.com
Kedua, lanjutnya, dakwah yang benar, hal atau konten yang ingin disampaikan kepada umat atau masyarakat sudah teruji kebenaran dan keakuratannya atau bersumber dari sumber yang kredibel.
Dia mencontohkan dalam Islam sumbernya Alquran, hadis, ijma para ulama, atau pendapat para ulama yang terpercaya. Jangan asal mengutip dari internet tanpa mengetahui sumbernya sehingga dapat menciptakan kegaduhan yang tidak perlu.
“Ketiga, adalah dakwah yang tepat. Maksudnya disampaikan di waktu dan tempat yang tepat. Karena ada juga suatu kebenaran yang apabila disampaikan di saat yang tidak tepat tentunya juga akan memicu resistensi atau penolakan,” ungkapnya.
Hamdan menekankan kepada para santri agar senantiasa mempelajari perbedaan, baik itu perbedaan di masyarakat maupun perbedaan pendapat di kalangan ulama dan juga senantiasa menghormati perbedaan yang ada.
“Kuncinya, kita harus menghormati perbedaan itu sendiri, termasuk perbedaan yang ada di dalam agama kita sendiri. Kita perlu bijak dan menghindari dari merasa diri paling benar,” kata pria yang mendapatkan gelar Master dari Middlebury Institute of International Studies, Monterey, Amerika Serikat ini.
Dalam kesempatan itu, Hamdan juga menyinggung kasus perusakan sesajen yang sempat viral dan membuat kegaduhan di jagad sosial media beberapa waktu lalu. Menurut dia. masyarakat Indonesia perlu memahami bahwa bangsa ini merupakan bangsa yang majemuk.
“Harus diahami bahwa kita hidup di negara yang majemuk, di mana ada orang yang mengamalkan suatu peribadatan yang berbeda, maka itu pun dilindungi oleh negara. Tetapi negara juga memberi ruang kepada kita (umat Islam) untuk mengamalkan ataupun beribadah sesuai dengan keyakinan kita,” ungkapnya.(*/cr2)