Oleh Asyari Usman
Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo mendominasi percakapan publik terkait pilpres 2024. Singkatnya, salah satu diantara mereka “hampir pasti” akan masuk ke Istana.
Premisnya, kalau tidak Anies, pasti Ganjar; kalau tidak Ganjar, pasti Anies. Premis ini didasarkan pada kalkulasi sosial-politik yang ada saat ini. Artinya, peluang serius untuk menjadi presiden pada 2024 itu hanya ada pada mereka berdua.
Tetapi, apakah Anies dan Ganjar bisa dikatakan menutup pintu bagi figur-figur lain? Rata-rata pemerhati politik melihat seperti itu. Ini diperkuat oleh hasil survei Polmatrix yang menempatkan Anies di posisi teratas (20.8%), Prabowo (19.3%), Ganjar (18.8%).
Nah, bagaimana dengan Prabowo Subianto? Apakah beliau tidak diperhitungkan lagi?
Jika dicermati gelagat publik, memang preferensi pemilih tertuju pada figur-figur yang lebih muda. Namun, ini bukan satu-satu faktor. Ada sisi kapabilitas dan integritas.
Muda, kapabel, dan berintegritas. Tiga karakter ini yang menjadi tuntutan rakyat.
Jika ini parameternya, masih mungkinkah Prabowo menjadi presiden? Secara normatif, masih mungkin. Beliau bisa maju bersama Ketum PKB Muhaimin Iskandar seperti terlihat dari koalisi dua partai yang mereka bentuk.
Bisa saja. Cuma, situasi yang dihadapi Prabowo tak sesuai dengan isyarat yang menjanjikan dari Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Bu Ketum selama ini mengesankan bahwa Prabowo akan menjadi capres “nomor jadi” untuk 2024.
Belakangan ini, itu tidak terlihat lagi. Megawati pelan-pelan meninggalkan Prabowo. Ada agenda lain di kubu Banteng. Seiring dengan ambisi beliau untuk menaikkan Puan Maharani ke, setidaknya, kursi wakil presiden.
Artinya, Prabowo akan menghadapi realitas yang jauh lebih menyakitkan dibanding tipu muslihat pilpres 2019. Dia akan melihat betapa figur politik yang sangat ia hormati dan ia harapkan di pilpres 2024, akan kembali memperdaya dirinya.[]
27 Juni 2024
(Jurnalis, Pemerhati Sosial-Politik)