Oleh : Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI
Bapak Presiden Joko Widodo itu lahir, hidup, dan besar di Jawa dan tumbuh dalam budaya Jawa. Apalagi beliau lahir, hidup, dan besar di pusat budaya Jawa yaitu Surakarta (Solo).
Setiap pernyataan Presiden Jokowi tentu banyak sedikitnya dipengaruhi oleh budaya Jawa dan selayaknya juga dipahami dan dimaknai oleh seluruh jajarannya dalam perspektif budaya Jawa tersebut.
Bagi orang Jawa, atau orang yang lama hidup di Jawa, atau orang yang memahami budaya Jawa, perintah Presiden untuk membuka informasi data COVID-19 yang disampaikan dalam dua kali Rapat Kabinet Terbatas secara berturut-turut, dalam jarak waktu hanya satu minggu, merupakan sinyal sangat kuat dan memerlukan perhatian teramat serius dari jajarannya.
Tidak itu saja, perintah Presiden dua kali berturut-turut itu juga mengirimkan pesan kuat dan sangat jelas kepada jajarannya bahwa ada maksud Presiden yang belum ditangkap apalagi dilaksanakan oleh jajarannya terkait penggelolaan informasi data COVID-19, sehingga Presiden merasa perlu mengulangi kembali perintahnya tersebut dengan menghilangkan beberapa kalimat dari perintah pertama dan menambahkan beberapa kalimat penjelas pada perintah kedua, dan itu harus sesegera mungkin dilaksanakan.
***
Perintah Pertama Presiden. Disampaikan dalam Rapat Kabiinet Terbatas (Ratas) hari Senin (13/4/2020). Penekanannya tentang pentingnya membuka informasi data COVID-19 dan Presiden mencontohkan berupa update jumlah Pasien Positif Corona, jumlah PDP, jumlah ODP, jumlah sembuh, jumlah meninggal, jumlah yang sudah melakukam PCR, dan sebarannya.
Presiden juga menekankan pentingnya mengintegrasikan semua informasi data COVID-19 antara semua Kementerian dan Lembaga serta Pemda dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 (Gugus Tugas COVID-19) dengan memasukan seluruh Kementerian, Lembaga, dan Pemda dalam Gugus Tugas COVID-19 dalam mengelola infornasi data COVID-19 tersebut.
Kunci dalam perintah pertama Presiden disini adalah 1. Membuka informasi data dengan contoh jumlah, dan 2. Integrasi pengelolaan.
Nampaknya Presiden melihat dan menilai belum optimal perintahnya tersebut dilaksanakan. Belum jelas wujud pengintegrasian pengelolaan informasi data COVID-19 dan belum terpenuhinya kebutuhan pihak-pihak yang memerlukan informasi data COVID-19. Sehingga Presiden merasa perlu mengulangi perintahnya tersebut.
Perintah Kedua Presiden. Disampaikan dalam Ratas hari Senin (20/4/2020). Presiden pada perintah kedua ini sama sekali tidak lagi menyinggung lagi membuka informasi data COVID-19 yang dikaitkan jumlah pasien. Penekanan Presiden pada komunikasi yang terbuka dan sistem data informasi yang terbuka kepada semua pihak tanpa ada yang ditutup-tutupi. Dan juga terkait pentingnya integrasi pengelolaan informasi data COVID-19 seluruh Kementerian dan lembaga dengan Gugus Tugas COVID-19.
Pada perintah kedua ini, tidak saja Presiden menghindari penggunaan terminologi “jumlah” namun Presiden lebih menekankan pada “terbuka dan tidak ada yang ditutupi-tutupi” dan tambahan penekanan pada kalimat “semua pihak”
Menurur Presiden, nampaknya perintah pertamanya nampaknya hanya dimaknai jajarannya untuk membuka informasi data COVID-19 mengenai jumlah pasien COVID-19 saja. Seolah-olah perintah pertama Presiden tersebut hanya terkait membuka dan mengumumkan jumlah pasien COVID-19 saja.
Pusat sampai daerah seolah berlomba membuka informasi data COVID-19 sebatas jumlah saja dan dianggap sudah memehuni arahan Presiden.
Namun nampaknya Presiden belum puas karena Presiden belum melihat bagaimana Gugus Tugas COVID-19 dan Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah mengintegrasikan secara efektif dan efisien informasi data COVID-19 tersebut sesuai rezim Keterbukaan Informasi dimana Presiden pada beberapa kesempatan menyampaikan komitemen besar beliau pada Keterbukaan Informasi Publik.
Sehingga perintah kedua Presiden memberikan sinyak sangat kuat bahwa informasi data COVID-19 yang diminta untuk dibuka oleh Presiden bukan hanya terkait jumlah pasien COVID-19 namun juga informasi data COVID-19 dalam artian luas.
Dan Presiden juga menekankan bahwa informasi data COVID-19 tersebut merupakan informasi data COVID-19 yang dibutuhkan pihak-pihak manapun tanpa ada yang ditutup-tutupi. Ada penambahan kalimat “kepada semua pihak tanpa adan yang ditutup-tutupi” dalam perintah kedua Presiden ini.
Penulis memahami dari perintah pertama dan perintah kedua Presiden tersebut bahwa Presiden menginginkan beberapa hal terkait pengelolaan dan penyampaian infornasi data COVID-19, yaitu :
Pertama. Informasi data COVID-19 semua Kementerian, Lembaga, dan Pemda harus terintegrasi dengan dan oleh Gugus Tugas COVID-19 sesuai rezim Keterbukaan Informasi Publik;
Kedua. Informasi data COVID-19 terkait jumlah Pasien Positif, jumlah PDP, jumlah ODP, jumlah PCR yang telah dilakukan, jumlah sembuh, jumlah meninggal, dan sebarannya disampaikan kepada masyarakat sebagai bagian dari Informasi Berkala sebagaimana diatur UU 14/2008 tentang Keterbukaan Infornasi Publik;
Ketiga. Informasi data COVID-19 yang selain mengenai “jumlah” juga harus dibuka kepada semua pihak tanpa ada yang ditutup-tutupi sesuai pengklasifikasian informasi menurut rezim Keterbukaan Informasi Publik;
Keempat. Membuka informasi data COVID-19 dengan memperhatikan, mempertimbangan, dan kebutuhan “pihak-pihak’ sesuai dengan status darurat kesehatan dan darurat kebencanaan COVID-19 yang sudah ditetetapkan Presiden.
***
Presiden dalam perintah kedua menyatakan dengan jelas bahwa informasi data COVID-19 yang diminta dibuka tanpa ditutup-tutupi haruslah berbasis pada kebutuhan pihak-pihak terhadap data tersebut.
Maknanya adalah haruslah terlebih dahulu dirumuskan siapa saja pihak-pihak yang memerlukan informasi data COVID-19 tersebut. Perlu dirumuskan terlebih dahulu siapa saja pihak dari sisi orang, pihak dari sisi sekelompok orang, pihak dari sisi komunitas, dan pihak dari sisi non orang, seperti Badan Hukum, dan lain sebagainya.
Kemudin setelah itu baru dirumuskan infornasi data COVID-19 apa saja yang dibutuhkan oleh pihak-pihak tersebut dan dalam kepentingan apa pihak-pihak tersebut memerlukan infornasi data COVID-19 tersebut.
Dilanjutkan dengan analisis apakah informasi data COVID-19 yang diperlukan pihak-pihak tersebut masuk klasifikasi yang mana sesuai hasil pengklasifikasian informasi data COVID-19 oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Gugus Tugas COVID-19, untuk selanjutnya diperlakukan sesuai hasil pengklasifikasian tersebut.
Penekanan penulis disini adalah bahwa presiden menggariskan bahwa pengelolaan dan penyampaian informasi data COViD-19 haruslah mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan pihak-pihak terhadap informasi tersebut dengan tetap mempertimbangkan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan dengan tetap memperhatikan juga status darurat kesehatan dan darurat kebencanaan COVID-19.
***
Pertanyaannya sekarang adalah apa yang harus dilakukan oleh Gugus Tugas COVID-19? Lebih spesifik lagi, apa yang harus dilakulan oleh Ketua Gugus Tugas COVID-19 beserta pimpinan Kementerian dan Lembaga serta Pemerintah Daerah terkait dengan keluarnya dua arahan Presiden yang berturut-turut tersebut?
Pertama, Pengintegrasian Struktur dan Wewenang Pengelolaan Informasi COVID-19
UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan aturan turunannya menyatakan bahwa seluruh infornasi yang tersimpan dalam dokumen-dokumen yang dikuasai Badan Publik Negara (Kementerian, Lembaga, Pemda, BUMN, termasuk Gugus Tugas COVID-19) dikelola oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) masing-masing.
Sehingga dengan demikian Ketua Gugus Tugas COVID-19 nampaknya harus segera mengintegrasikan struktur dan wewenang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) semua Kementerian dan Lembaga serta Pemda dengan PPID Gugus Tugas COVID-19 sepanjang terkait pengelolaan informasi data COVID-19.
Pengintegrasian struktur dan wewenang dilakukan dengan mengeluarkan Surat Keputusan Ketua Gugus Tugas COVID-19 tentang penetapan PPID Gugus Tugas COVID-19 yang terdiri atas : Ketua Gugus Tugas COVID-19 sebagai Atasan PPID Gugus Tugas COVID-19; PPID Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) secara ad hoc sebagai PPID Utama Gugus Tugas COVID-19; dan PPID Kementerian, Lembaga, dan Pemda secara ad hoc sebagai PPID Penunjang/Pembantu Gugus Tugas COVID-19.
Ketua Gugus Tugas haruslah memastikan bahwa seluruh pimpinan Kementerian, Lembaga, dan Pemda serta PPID masing-masing mengetahui dan memahami dengan baik pengintegrasian ini.
Kedua, Pengklasifikasian Informasi
Selanjutnya Ketua Gugus Tugas memerintahkan PPID Utama Gugus Tugas COVID-19 bersama PPID Penunjang/Pembantu Gugus Tugas COBID-19 untuk segera mengklasifikaskan semua informasi data COVID-19 kedalam 4 (empat) klasifikasi sesuai UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yaitu klasifikasi Informasi Berkala, klasifikasi Informasi Tersedia Setiap Saat, klasifikasi Informasi Serta Merta, dan klasifikasi Informasi Yang Dikecualikan.
Memerintahkan agar PPID Gugus Tugas COVID-19 segera menjalankan proses Uji Konsekuensi bagi informasi yang memiliki petunjuk awal sebagai Informasi Yang Dikecualikan, dilanjutkan dengan segera pembuatan Berita Acara hasil Uji Konsekiensi, dan memproses penetapannya melalui Surat Keputusan sesuai Berita Acara Uji Konsekuensi.
Disini perlu diperhatikan bahwa Presiden menekankan bahwa pengklasifikasian informasi data COVID-19 haruslah dengan memperhatikan kebutuhan dan kepentingan pihak-pihak atas informasi data COVID-19 tersebut.
Dan perlu diperhatikan juga bahwa pengkalsifikasian informasi data COVID-19 haruslah dengan kesadaran penuh tentang status darurat kesehatan dan darurat kebencanaan nasional yang sudah ditetapkan Presiden. Tidak boleh sama sekali dengan kesadaran situasi normal.
Penerapan norma hukum pun dalam proses pengklasifikasian informasi data COVID-19 haruslah dengan pendekatan situasi status darurat kesehatan dan darurat kebencanaan tersebut. Termasuk memaknai kebutuhan pihak-pihak atas informasi data COVID-19.
Ketiga. Pengelolaan Informasi dan Penyampaian Kepada Publik
Pada poin ini sebenarnya hanya menindaklanjuti saja untuk melaksanakan prosedur pengelolaan informasi data COVID-19 sesuai hasil pengklasifikasian infornasi pada poin dua diatas.
Informasi Berkala disampaikan secara berkala kepada publik publik melalui media yang memungkinkan.
Informasi Tersedia Setiap Saat dikelola dan disimpan dengan baik, dan disampaikan kepada siapapun yang memintanya.
Informasi Serta Merta dipastikan disampaikan dengan prosedur keserta-mertaan ketika informasi terssbut diketahui kepada masyarakat berpotensi terdampak.
Informasi Yang Dikecualikan disimpan dengan baik. Dan jika ada publik yang tidak sependapat dengan status Dikecualikan tersebut dan mengajukan Sengketa Informasi ke Komisi Informasi, maka PPID Gugus Tugas COVID-19 pada semua tingkatan haruslah menghormati dan mengikuti proses penyelesaian sengketanya di Komisi Informasi melalui mekanisme Mediasi dan atau Ajudikasi Nonlitogasi, serta melaksanakan Putusan yang sudah memiliki ketuatan hukum mengikat.
Disini yang perlu diperhatikan adalah bahwa menyampaikan sebuah informasi yang masuk kedalam informasi klasifikasi terbuka kepada masyarakat tidak sama dengan menyampaikan sebuah informasi untuk dikonsumsi seluruh masyarakat tanpa kecuali dan tak terbatas.
Sebuah informasi boleh jadi hanya perlu disampaikan kepada masyarakat dalam lingkungan satu Rukun Tetangga (RT) saja, atau dalam lingkungan satu Rumah Sakit (RS), atau memang perlu disampaikan secara nasional. Pertimbangan ini tidak boleh diabaikan sama sekali.
***
Terkait perintah pertama Presiden penulis sudah menulis tiga tulisan. Penjelasan lebih lengkap tentang yang penulis tulis diatas bisa didalami dalam ketiga tulisan tersebut. Silahkan pembaca budiman untuk membacanya, yang penulis beri judul :
1. “Presiden Perintahkan Buka Data Pasien Corona, PPID Wajib Segera Tindak Lanjuti”;
2. “Salah Mengelola Informasi Serta Merta Data Covid-19, Pejabat Publik Dapat Diproses Pidana Dan Digugat Perdata”;
3. “Integrasi Wewenang dan Struktur PPID Penanganan COVID-19”.
Ketiga tulisan tersebut tentang bagaimana pengintegrasian informasi data COVID-19 dalam perspektif Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan aturan turunannya. Baik pengintegrasian struktur, wewenang, prosedur, pengelolaan, pengklasifikasian, maupun pengintegrasian penyampaian informasi COVID-19 tersebut kepada masyafakat. Termasuk juga resiko hukum jika itu tidak dilaksanakan.
*****
Pendapat penulis, inilah yang diperintahkan oleh Presiden dalam dua kali Ratas tersebut (Ratas tanggal 13/4/2020 dan Ratas tanghal 20/4/2020) terkait mengelola dan membuka informasi data COVID-19.
Ketua Gugus Tugas COVID-19 dengan pendekatan ini juga lebih efektif, efisien, terukur, dan sesuai rezim Keterbukaan Informasi Publik dalam mengelola informasi data COVID-19, sekaligus sesuai dengan hukum yang mengatur Keterbukaan Informasi Publik yaitu UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Baik dilihat dari sisi prosedural maupun dari sisi substansial, pengelolaan informasi data COVID-19 menggunakan pendekatan ini penulis pandang lebih terkonsolidasi, lebih terintegrasi, lebih dapat dipertanggungjawabkan, dan lebih memiliki landasan dan kepastian hukum, disamping lebih efektif dan lebih efisien dalam melayani Hak Azazi dan Hak Konstitusional masyarakat atas informasi COVID-19.
Semoga Ketua Gugus Tugas COVID-19 berkenan memperhatikan dan menindaklanjuti pandangan ini dan semoga COVID-19 segera dapat dikendalikan di bumi pertiwi ini dibawah kepemimpinan Bapak Presiden Joko Wododo dan Ketua Gugus Tugas COVID-19, Bapak Letjen (TNI) Doni Munardo, Allahumma amiin.