Fir’aun itu bukan pemimpin, tapi penguasa. Kalau pemimpin dia akan menghormati keberadaan rakyatnya, melayani mereka dengan baik, membimbing kearah kehidupan masyarakat yang damai dan berkemajuan.
Sebagai penguasa, tentu ia harus mempertahankan kekuasaannya, meskipun harus melanggar HAM, bahkan jangankan warga yang sudah ada, yang belum dilahirkan pun sudah terancam,. Maka, saat dilahirkan, bayi laki-laki pun harus dibunuh.
Lalu, apa siasat Fir’aun dalam mempertahankan kekuasaannya?. Allah SWT berfirman: Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al Qashash [28]:4).
Dari ayat di atas siasat yang dilakukan Fir’aun ada 5:
1. Sewenang-wenang, sehingga hukum ditafsirkan menurut kehendaknya sendiri, bahkan dia tidak konsekuen dengan ketentuan yang dibuatnya sendiri.
2. Memecah belah masyarakat, sehingga tidak ada persatuan, yang ada permusuhan antar satu orang dengan orang lain, satu kelompok dengan kelompok lain, konflik terus berkepanjangan.
3. Menindas orang yang tidak disukainya, karena menghambat kezaliman yang dilakukannya. Apalagi semakin dia zalim, semakin nampak kebodohannya.
4. Membunuh warga, meskipun tidak bersalah, dan ia mencari pembenaran atas perbuatan sadis itu.
5. Terus melakukan kerusakan di muka bumi ini, baik merusak lingkungan hidup maupun merusak peradaban manusia.
Kita tentu tidak ingin pemimpin berubah menjadi penguasa yang ditakuti masyarakat. Pemimpin sejati, tentu dicintai rakyatnya, bukan dibenci, meskipun ada bagian dari rakyat yang menghormatinya karena kepentingan duniawi.
Bisa jadi, siasat Fir’aun ini ditiru oleh para penguasa di dunia, lalu berkembang menjadi Fir’aun kecil.
(Oleh Ahmad Yani, Penulis Buku Bekal Menjadi Pemimpin dan Beginilah Seharusnya Menjadi Pemimpin. Pesan WA/BIP 0812-9021-953)