PUSARAN.CO – Responsif dan solutif, dua kata yang ditekankan Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik saat mengawali sesi pembekalan kepada KPU Provinsi/KIP Aceh yang hadir pada Rapat Pimpinan (Rapim) yang digelar di Bandung.
Menurut perempuan asal Sumatera Utara itu, penting bagi KPU Provinsi/KIP Aceh menjalankan fungsi sebagai pembina bagi satuan kerja (satker) yang ada dibawahnya baik KPU Kabupaten/Kota, hingga badan adhoc. “Sehingga tidak semua permasalahan harus langsung ke KPU RI,” kata Evi.
Dia meyakinkan bahwa tata kerja KPU memberikan kewenangan kepada KPU Provinsi untuk menyelesaikan pelanggaran disiplin dan pakta integritas apabila dilakukan KPU Kabupaten/Kota. “Bukan saja karena disengaja, tetapi bisa jadi ketidaktahuan penyelenggara di bawah, sehingga perlu pengawasan internal,” tutur Evi.
Lebih lanjut, Evi meminta agar KPU Provinsi bisa menyelesaikan rekomendasi Bawaslu/Panwaslu, agar menjaga kerjasama yang baik dan meminimalisir persoalan yang meluas. “Bahkan hingga sengketa,” tambah Evi.
Di sesi selanjutnya, Komisioner KPU RI Ilham Saputra meminta jajarannya untuk membantu menjelaskan kepada masyarakat bahwa pemilu tidak ditentukan Teknologi Informasi (TI). Hal ini diungkapkan Ilham terkait masih banyak pihak yang beranggapan bahwa hasil pemilu itu ditentukan lewat TI, khususnya melalui Sistem Informasi Penghitungan (Situng). “Padahal KPU sudah berulangkali menjelaskan bahwa hasil resmi KPU adalah hasil rekap manual dan berjenjang dari TPS hingga KPU RI,” tambah Ilham.
Oleh karenanya dia meminta agar hal tersebut disosialisasikan kembali, sehingga masyarakat tidak mendapatkan informasi yang salah. “Situng ini hanya bagian dari keterbukaan KPU dan sebagai informasi bagi masyarakat. Namun demikian, kita harus perhatikan baik-baik Situng ini dan maksimalkan penggunaannya,” ucap Ilham.
Di kesempatan lain, Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi menyoroti hal-hal non teknis yang dapat memengaruhi legitimasi KPU sebagai penyelenggara pemilu. Seperti penyelenggara pemilu yang terpancing turut mengomentari di media sosial hal semacam itu menurut dia sebaiknya tidak dilakukan.
“Untuk itu semua harus berhati-hati dengan isu yang berkembang. Penting juga cek gudang logistik, apakah milik pribadi, perusahaan atau ada sangkut pautnya dengan peserta pemilu, berdekatan dengan kantor partai tertentu. Meski secara regulasi tidak melanggar, namun ini hal yang sensitif dan perlu diperhatikan,” pesan Pramono.
Sementara itu Komisioner KPU RI Viryan lebih mengingatkan kepada jajarannya untuk mendeteksi dini potensi DPTb yang terkonsentrasi di satu titik dalam jumlah besar. Seperti di lembaga pendidikan atau kamp pekerja yang banyak mempekerjakan para pendatang. “Semisal perkebunan kelapa sawit,” ujar Viryan.
Dia juga meluruskan anggapan bahwa mengurus pindah memilih bisa diwakilkan atau kolektif. Menurut dia hal tersebut tidak lah benar karena semua prosesnya harus dilakukan oleh yang bersangkutan. “Datang sendiri ke KPU Kabupaten/Kota untuk mengurus kepindahannya dengan formulir A5. Pemilih tersebut harus diingatkan kembali, konsekuensi pindah memilih itu akan berkurang surat suara di daerah asalnya, dan ada kasus di beberapa tempat itu yang bersangkutan tidak jadi pindah memilih,” jelas Viryan.
Sedangkan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan dikesempatan itu lebih menyampaikan aturan untuk kampanye rapat umum yang akan terbagi menjadi dua zona (A dan B) dan dilakukan selama 21 hari. Pada prosesnya nanti pembagian zona kampanye kepada capres-cawapres akan diikuti oleh para partai politik pendukungnya. “Hal ini memudahkan tata laksana kampanye, juga memudahkan Bawaslu dan aparat keamanan,” kata Wahyu.
Di kesempatan tersebut Wahyu juga menerangkan aturan beriklan di media massa, tv, radio, cetak dan daring dimana KPU RI akan memfasilitasi iklan capres dan cawapres dan partai politik tingkat pusat, sedangkan KPU Provinsi memfasilitasi iklan DPD, dan KIP Aceh fasilitasi DPD dan partai lokal Aceh. “Mengingat keterbatasan anggaran, peserta pemilu juga dapat membuat iklan mandiri yang disesuaikan aturan KPU,” jelas Wahyu.
Pada sesi akhir pembekalan, Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari hanya berpesan agar jajaran KPU Provinsi dan KIP Aceh tidak bosan membaca dan memahami kembali UU Pemilu dan Peraturan KPU. Hal ini untuk mengetahui potensi persoalan yang muncul di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, seperti pada problematika pilkada yang lalu.
“Kita bersama bekerja secara strategis dan antisipatif. Baca UU dan PKPU kembali, kemudian bayangkan potensi apa saja dan langkah antisipasinya seperti apa. Contohnya seperti alamat TPS, sejak awal harus jelas dimana lokasinya, untuk antisipasi tuduhan fiktif, juga antisipasi situasi hujan deras, harus dibawa kemana prosesnya, semu aharus ada antisipasinya,” pungkas Hasyim(sumber: https://www.kpu.go.id )