PUSARAN.CO-Selain dokter atau paramedis yang menjadi garda terdepan dalam penanganan covid 19 maka saya mengajak kawan-kawan semua untuk menyaksikan lembaga pers juga mengambil barisan utama dalam rangka melahirkan pemberitaan terkait bahaya virus corona yang mengancam sendi-sendi kehidupan sosial di Indonesia.
Anggota komisi III DPR-RI dari partai Golkar Supriansa, SH, MH mengingatkan pemerintah jangan melupakan peranan lembaga pers nasional. Mereka harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam fostur anggaran covid 19 senilai Rp405,1 T. Pemerintah harus mengalokasikan anggaran untuk media selain sebagai perannya memberi stimulus juga menjadi bagian dari kerja sosial bersama.
“Tentu semua keputusan ada di tangan bapak Presiden RI. Saya hanya memikirkan peran media yang begitu penting dalam melahirkan berita yang profesional dan seimbang. Tidak bisa dipungkiri semua orang hingga lapisan masyarakat yang paling terpencil mengetahui perkembangan virus corona karena mereka menyaksikan pemberitaan baik lewat media televisi, koran, radio, media online dan termasuk media sosial. Stimulus ini penting karena media juga punya karyawan,” kata Supriansa, Sabtu (11/04/2020).
Anggaran Rp405,1 triliun untuk penanggulangan Covid-19 itu terdiri dari anggaran untuk bidang kesehatan Rp 75 triliun, perluasan jaring pengaman sosial Rp110 triliun, dukungan industri Rp70,1 triliun, dan program pemulihan ekonomi nasional Rp150 triliun. Tambahan anggaran belum dialokasikan dalam APBN 2020. Skenario ini tak memasukkan lembaga pers. “Kita sangat sayangkan,” bebernya.
Sebelumnya, pemerintah mengalokasikan Rp 118,3 triliun-Rp 121,3 triliun dari realokasi belanja kementerian/lembaga serta transfer daerah dan dana desa untuk penanganan Covid-19.
Usul Rp1.600 Triliun
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani menyarankan agar pemerintah untuk menambah jumlah stimulus dari saat ini totalnya sebesar Rp 405 triliun menjadi Rp 1.600 triliun. Penambahan stimulus itu untuk memitigasi dan menangani dampak Virus Corona baru atau Covid-19.
Rosan menilai stimulus yang telah dikeluarkan pemerintah masih belum ideal, terutama jika melihat masih ada 93 juta masyarakat miskin dan rentan miskin, serta pengusaha kecil dan pekerja informal lainnya yang belum mencakup bantuan. “Kami melihat bahwa kebutuhannya sebesar Rp 1.500 triliun sampai Rp 1.600 triliun,” ujarnya, Jumat, 9 April 2020.
Saat ini pemerintah Jokowi melalui Kementerian Sosial baru mengalokasikan dana untuk program jaring pengaman sosial sebesar Rp 110 triliun dari total anggaran yang dikeluarkan Rp405.1 triliun untuk penanganan dampak Covid-19.
Dari stimulus sebesar Rp 1.600 triliun tersebut, Kadin menyarankan porsi sebesar Rp 500 triliun sampai Rp 600 triliun diberikan sebagai relaksasi terhadap perbankan.
Rosan juga optimistis dengan penambahan insentif itu, beban hidup pelaku pelaku usaha kecil dan menengah bakal berkurang. “Ini bisa memberi nafas kepada perusahaan dan mencegah PHK yang lebih besar. Walaupun ada perusahaan yang sudah dibantu, tetapi karena berhenti total, seperti perhotelan, tidak mengakibatkan mereka menjadi kredit macet,” kata dia.
Menurut Rosan, idealnya negara memberikan stimulus sebesar 10 persen dari total PDB. Contohnya saja, Amerika Serikat mengalokasikan stimulus sebesar 10,5 persen dari total PDB untuk meredam dampak Virus Corona; Australia lebih tinggi yaitu 10,9 persen dari total PDB, dan Singapura juga mengalokasikan anggaran penanganan Covid-19 sebesar 10,9 persen dari total PDB.
Bahkan negara tetangga Malaysia mengeluarkan stimulus hingga Rp938 triliun, meskipun PDB mereka tidak lebih dari Indonesia. “Kalau kita lihat negara-negara lain rata-ratanya memang 10 persen dari PDB, sedangkan kita baru sekitar 5 persen,” kata Rosan.(rls).