PUSARAN.CO – Sebagaimana diketahui bahwa tata kelola perusahaan memainkan peranan penting untuk mendorong para pelaku di sektor jasa keuangan, khususnya pasar modal, untuk menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip kewajaran, transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab dan kemandirian untuk memperoleh kepercayaan investor atau pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu, dalam rencana penguatan permodalan, Bank Banten telah menunjuk lembaga dan profesi penunjang pasar modal serta turut melibatkan Kejaksaan Agung RI dalam memperkuat kajian hukum serta asistensi hukum selama proses pelaksanaannya.
Selain sebagai upaya untuk meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai Bank Pembangunan Daerah ketiga yang melantai di bursa, kualitas pelaksanaan GCG perlu dilakukan dalam upaya menjamin hak-hak para pemegang saham, dan tentunya dalam hal kewajaran transaksi serta keterbukaan informasi bagi para pemangku kepentingan.
“Selain pihak-pihak penunjang pasar modal lainnya, Bank Banten berinisiatif untuk berkolaborasi dengan Kejagung RI dalam mendukung penguatan permodalan. Nantinya pihak Kejagung RI akan memberikan pertimbangan hukum berupa penyampaian opini legal (Legal Opinion) dan pendampingan hukum (Legal Assistance) yang tentunya memiliki posisi penting untuk memperkuat proses dan memberikan broader view tentang rencana penguatan permodalan tersebut. Upaya ini adalah pre-emptive initiative, sehingga seluruh risiko terkait dengan pengambilan keputusan strategis dapat teridentifikasi, terukur, termonitor dan terkendali dengan baik. Melalui tahapan ini, kami memberikan pesan kepada seluruh pemangku kepentingan bahwa seluruh jajaran pengurus dan karyawan Bank Banten memiliki komitmen yang kuat untuk memajukan Bank Banten. Tentunya bertransformasi dari sebuah bank swasta yang memiliki orientasi serta model bisnis yang berbeda bukanlah perkara mudah. Namun demikian dengan adanya komitmen bersama, tidak hanya dari pengurus dan pemerintah provinsi Banten selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT), namun juga keberpihakan dari seluruh pemangku kepentingan yang memiliki tujuan untuk mendukung kemandirian Provinsi Banten dan menjadikannya bermanfaat bagi pembangunan ekonomi dan masyarakat.” Jelas Direktur Bank Banten Kemal Idris.
Pada kesempatan terpisah, menurut Syaiful Adrian selaku praktisi pasar modal, “tata kelola perusahaan merupakan salah satu elemen penting untuk membangun kepercayaan masyarakat, khususnya dalam industri perbankan yang berstatus sebagai perusahaan terbuka. Dalam upaya peningkatan kualitas komunikasi perusahaan terbuka dengan pemegang saham atau investor, dan peningkatan aspek tata kelola perusahaan melalui partisipasi pemangku kepentingan serta peningkatkan pelaksanaan keterbukaan informasi tentunya memiliki peranan penting dalam menjamin keberlangsungan bisnis jangka panjang Bank Banten. Sehingga dengan melibatkan stakeholder yang lebih luas, khususnya Kejagung RI dalam pemberian opini serta asistensi hukum proses penguatan permodalan Bank Banten adalah sebuah langkah positif yang dapat membangun serta memperkuat kepercayaan investor dan juga masyarakat Banten.”
Sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Dr. H. Ali Muktiyanto, S.E., M.Si selaku Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka, “Good Corporate Governance (GCG) adalah suatu mekanisme tata kelola sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis dengan prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi, dan keadilan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan untuk memberi nilai tambah secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan seluruh kepentingan stakeholder. Landasan GCG adalah modal, etika, budaya, dan aturan yang berlaku umum. Prinsip-prinsip GCG harus menjamin para pengambil keputusan dapat mempertanggungjawabkan kepada pihak yang terpengaruh keputusan tersebut, termasuk perusahaan itu sendiri, para pemegang saham, kreditur dan public penanam modal. Oleh karena itu, GCG Bank Banten dalam penguatan modal harus menjamin perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham, persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham, peran stakeholders yang terkait, keterbukaan dan transparansi, dan akuntabilitas pengurus. Dengan demikian penguatan modal Bank Banten akan senantiasa mengindahkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan keadilan untuk semua.”
Menanggapi hal tersebut, Didi Wandi, S.E., M.M. selaku akademisi dari STIE Banten mengatakan bahwa: “Pendampingan Kejagung dalam rencana penguatan permodalan Bank Banten merupakan langkah yang sudah tepat untuk mendobrak stigma pendirian Bank Banten yang terkesan syarat dengan masalah. Dengan dilakukannya hal tersebut, manajemen menempatkan Bank Banten dalam posisi terbuka sekaligus menunjukan kesiapannya untuk memastikan bahwa pelaksanaan penguatan permodalan dapat berjalan sesuai dengan peraturan dan prinsip GCG. Kami berharap bahwa hasil dari kajian dan asistensi hukum dimaksud dapat memberikan kepastian dan kenyamanan bagi seluruh pemangku kepentingan, khususnya Provinsi Banten selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT) dalam menudukung kemajuan Bank Banten sebagai satu-satunya Bank Pembangunan Daerah milik Provinsi Banten.”
Menurut Haji Embay, sebagai putra asli Banten dirinya sangat memperhatikan setiap perkembang yang terjadi di Provinsi Banten. Tak luput dari pehatiannya terkait perkembangan Bank Banten. “Saya juga melihat perkembang terkait permodalan Bank Banten, dari awal saya mengikutinya. Menjadi Bank yang sehat memang membutuhkan modal yang cukup besar. Saat ini Bank Banten juga membutuhkannya untuk menunjang perjalanan bisnisnya. Lika-liku terkait hukum yang dihadapinya pun saya mengikuti. Saya sangat mengapresiasi Bank Banten berkolaborasi dengan Kejagung RI untuk menuntaskan persoaalan hukum yang harus diselesaikan Bank Banten. Kalau bisa apa yang menjadi akar permasalahan Bank Banten bisa segera dituntaskan. Sehingga kedepannya tidak ada lagi hambat yang dihadapi demi kemajuan Bank. Tapi perlu digaris bawahi ini tidak hanya untuk kemajuan bank tapi kemajuan bersama masyarakat Banten dan Provinsi Banten. Selain itu, perlu dipikirkan juga oleh Manajemen untuk dapat mengubah Bank Banten dari bank Konvensional menjadi Bank Syariah, atau membentuk Unit Usaha Syariah dimana hal tersebut sesuai dengan Banten sebagai provinsi yang religius,” tutup Haji Embay.
Sebagaimana semangat pendiriannya, Bank Banten harus dapat berperan aktif dalam pemerataan perekonomian, peningkatan taraf hidup masyarakat khususnya dalam hal pengentasan kemiskinan, bersinergi dengan berbagai pihak dalam mendorong pembangunan, tidak terbatas pada infrastruktur fisik, namun yang lebih penting adalah membangun sumber daya manusia dalam menghadapi tantangan global seraya menjaga dan melestarikan kebudayaan serta nilai-nilai luhur sebagaimana yang diharapkan oleh stakeholders. Tentunya stigma yang ada jangan sampai menghilangkan nilai manfaat yang jauh lebih besar dan kritikal dalam mendukung kemandirian Provinsi Banten itu sendiri. Oleh karenanya, keberpihakan adalah salah satu hal yang sangat penting, seraya memastikan bahwa proses penguatan permodalan Bank Banten dilakukan secara legitimate sesuai dengan business logics dan ethics yang baik. Alih-alih berdiam diri dan menyerah kepada stigma, dengan tujuan mulia, sudah saatnya seluruh masyarakat Banten bergerak dan mengawal proses penguatan permodalan Bank Banten seraya memastikan bahwa kepercayaan yang telah diberikan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik oleh seluruh jajaran manajemen dan karyawan bank banten dalam upaya membangun bisnis yang sehat serta berkelanjutan.(rls)