SURABAYA – Sinergi Mejelis Hukum dan HAM (MHH) bersama Lembaga Bantuan Hukum Advokasi Publik (LBHAP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dengan Pimpinan Daerah, harus tetap mengedepankan kritis, konstruktif dan etis.
Demikian ditegaskan Dr H M Busro Muqoddas SH MHum kepada wartawan usai menjadi pembicara pada Raker MHH di Hotel Sheraton Surabaya, Kamis (1/6/2023) sebagaimana keterangan pers yang diterima kantor pusat Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).
“Sedangkan advokasi Muhammadiyah diberikan kepada negara dan rakyat, karena negara tanpa rakyat tidak ada negara. Sehingga fokus advokasi pada infrastruktur birokrasi, dimana MHH dan LBHAP terus kritis, konstruktif dan etis terhadap masalah birokrasi yang carut marut,” katanya kepada wartawan usai menjadi pembicara pada Raker MHH PWM Jawa Timur, di Hotel Sheraton Surabaya.
Bahkan dalam melakukan advokasi dengan modal moral itu, kata Busro Muqoddas, mantan Ketua KPK, Muhammadiyah harus tetap menjaga diri jangan sampai minta minta. Namun terus memperjuangkan keadilan berkaitan dengan kasus yang dikritisi dengan etis.
Sedangkan pola kerja kelembagaan, menurut dia, kalau bisa diselesaikan di Pimpinan Daerah (kabupaten dan kota) diselesaikan saja di sana, “Kemudian dilaporkan ke MHH dan LBHAP PW dilanjutkan laporan ke PP Muhammadiyah,” sarannya.
Advokasi berkaitan dengan birokrasi, MHH PP Muhammadiyah bekerja sama dengan sejumlah NGO melakukan diskusi hasil sejumlah riset, untuk memperjuangkan posisi rakyat yang berdaulat sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar.
“Mengapa demikian? karena sekarang yang berdaulat cekung, sementara rakyat yang berdaulat,” katanya saat sambutan.
Ia juga menjelaskan, advokasi Muhammadiyah juga memberi pembelaan terhadap rakyat, karena masyarakat sekarang membutuhkan bantuan hukum. “Contohnya petani, membutuhkan bantuan hukum mendapatkan keadilan menghadapi mafia benih dan mafia pupuk,” tandasnya.
Secara khusus Busro Muqoddas mengajak peserta Raker MHH LBHAP, merancang rumusan rumusan operasional yang lebih operasional dari hasil Muktamar dan Muswil.
“Marilah acara ini kita rancang, untuk melahirkan satu rumusan yang lebih operasional dari hasil Muswil dan Muktamar, yang tentu saja konteksnya sesuai dengan situasi sekarang,” pungkasnya. (*)