Curhat pada Nabi Muhammad

Ya Rasulullah ibni Abdillah, saya rindu padamu, walaupun belum pernah bertemu. Saya selalu ingin berkunjung ke kotamu Madinah Al- Munawaroh dan tempat kelahiranmu Kota Mekah.

Tetapi saya melihat peta lokasi dari google, tanah kelahiran Nabi Muhammad betapa jauh dari tanah airku di Indonesia.

Baca Juga

Harus melintasi lautan yang luas dan pegunungan yang berlapis-lapis, serta gurun yang membentang antara Mekah- Medinah. Saya harus melihat kota di mana utusan Allah dulu dilahirkan.

Saya harus nekad bismilah dan bersama keluarga, anak, istri, ayah, serta tiga saudara berangkat dari Kota Tangerang, untuk pergi ke kotamu, dengan pesawat terbang dan disambung bus.

Dalam perjalanan, saya banyak baca doa dan sholawat untukmu supaya menguatkan tekad dan sampai.

Begitu sampai, pertama-tama yang kami kunjungi adalah kota kelahiranmu, supaya bisa mendapat bayangan masa kecilmu, lalu saya minum airnya, zamzam, dan bertawaf, mengitari ka’bah tujuh kali seperti nabi contohkan.

Kemudian kami bersama keluarga harus melintasi kawasan jajaran gunung berlapis-lapis dan gurun antara Mekah- Madinah.

Saya membayangkan bagaimana sulitnya ketika Muhammad berhijrah ke Madinah, saat itu belum ada jalan raya, jalan tol seperti sekarang.

Sampailah kami di Madinah, kota perjuangan Rosulullah. Kami mendapat kesempatan berkunjung ke makam Rosulullah. Sampai di depan makam Muhammad, saya tertegun. Saya bingung menempatkan tangan, melambai atau harus bagaimana.

Tidak ada doa yang saya panjatkan, kecuali “Terima kasih Rosulullah yang membolehkan kami mengikuti ajaranmu yang sangat agung”

Ajaranmu telah menyebar ke seluruh belahan dunia, melintasi kampungku di Babat, Kabupaten Lamongan, nan jauh di sana dan masuk ke dalam lubuk hatiku. Terima kasih ya Rosulullah.

Wahai utusan Allah. Namamu telah terajut erat dalam doa sejak saya kecil ketika orangtuaku, guruku dan kiaiku memperkenalkan namamu.

Kadang-kadang saya berpikir Engkau tidak butuh doa saya yang pekat dengan asmamu. Saya memang merasa siapa-siapa. Terlalu agung namaMu untuk kusebut.

Izinkan saya boleh berdoa untuk mu, supaya selalu ingat ajaranMU. Ribuan untaian sholawat terucap dimana-mana. “Shollallahu alaika ya Muhammad” salah satu kalimat sholawat yang diucapkan tidak kenal waktu. Bertasbih dan bersholawat, baik dalam hati maupun dengan suara.

Lantunan sholawat dan pujian untuk mu ya habiballah, terdengar lembut terbawa angin, berdengung seperti lebah, terdengar di mana-mana.

Suara lantunan untaian kata indah berisi pujian namamu bersama Allah yang Maha Agung, bergema di bumi.

Rasa haru, tersuat-suat, memancing air mata yang merembes halus, menetes.

Penulis : Mohammad Nasir, Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI ) Pusat. Ditulis dalam perjalanan umrah antara Mekah- Madinah, akhir Desember 2018).