Dody Prawiranegara dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat.(Antara Foto)
JAKARTA – Terdakwa kasus peredaran sabu Dody Prawiranegara mengaku nekat mengantar sabu yang ditukar tawas karena takut kepada mantan Kapolda Sumatera Barat, Teddy Minahasa, sebagai pimpinannya.
Rasa takut itu yang membuat mantan Kapolres Bukittinggi ini mau menuruti perintah untuk mengedarkan sabu hasil dari pengungkapan kasus.
“Ini terjadi karena ketidakmampuan saya untuk mengatasi rasa takut yang begitu besar kepada pimpinan yang memerintahkan saya yaitu Irjen Teddy Minahasa,” kata Dody saat membaca nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Rabu.
Dody merasa menyesal sudah menuruti perintah Teddy yang jelas-jelas melanggar undang-undang pemberantasan narkotika.
Dalam pledoinya, Dody mengaku tidak pernah sekalipun terlibat sebagai kurir sabu selama bertugas sebagai anggota Polri.
Dia justru mengklaim telah mendapatkan banyak penghargaan atas pengungkapan kasus kriminal, terutama peredaran narkoba selama bertugas sebagai polisi.
Dengan adanya kejadian ini, dia merasa tercoreng dan seluruh reputasi yang dia bangun sebagai polisi hancur.
“Hal ini sudah cukup membuktikan bahwa apakah saya rela merusak karir dan pengabdian terbaik yang sudah diberikan dengan cara menjual narkoba sitaan,” katanya.
Dody berharap pledoi ini bisa menjadi bahan pertimbangan hakim untuk meringankan hukuman dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sebelumnya, Dody dituntut hukuman penjara 20 tahun dan denda sebesar Rp2 miliar subsider 6 bulan penjara dikurangi masa tahanan oleh JPU yang dipimpin Iwan Ginting, SH, Senin (27/3).
Dody dituntut hukuman tersebut karena dinilai terbukti melanggar ketentuan berupa Pasal 114 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Ada beberapa hal yang memberatkan dan meringankan hukuman Doddy menurut JPU. Salah satu yang memberatkan adalah Doddy mengurangi tingkat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum lantaran terlibat dalam kasus narkoba.
Sedangkan yang meringankan, Doddy dianggap mengakui seluruh perbuatannya dan bersikap baik dalam persidangan.
“Menyatakan Dody Prawiranegara bersama Teddy Minahasa, saksi Samsul Ma’arif dan saksi Linda alias Anita terbukti secara sah menjadi perantara dalam jual-beli menukar narkotika golongan satu,” kata jaksa.
Kasus peredaran narkoba itu bermula ketika Polres Bukittinggi hendak memusnahkan 40 kilogram sabu. Tetapi Teddy Minahasa diduga memerintahkan Doddy selaku Kapolres Bukit Tinggi untuk menukar sabu sebanyak lima kilogram dengan tawas.
Teddy lalu memerintahkan Dody untuk membawa sabu tersebut dari Bukit Tinggi ke Jakarta dan memberikannya kepada seorang kurir bernama Anita. Anita lah yang bertugas untuk menjual sabu milik Teddy Minahasa itu ke beberapa wilayah di Jakarta.
Penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya.
Sebanyak 1,7 kilogram sabu telah diedarkan. Sedangkan 3,3 kilogram sisanya disita oleh petugas.
Adapun pasal yang disangkakan kepada Teddy, yakni Pasal 114 Ayat 3 sub Pasal 112 Ayat 2 Jo Pasal 132 Ayat 1 Jo Pasal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara. (*)