DPR RI minta agar pemerintah pusat segera mengambil langkah terkait pencemaran lingkungan dari limbah farmasi di Teluk Jakarta. Daniel Johan selaku Anggota Komisi IV DPR RI mengatakan bahwa temuan kandungan paracetamol yang ada di dalam laut itu dikhawatirkan menimbulkan dampak buruk yang berkepanjangan.
“Pemerintah harus segera membuat langkah nyata, solusi sebaik-baiknya terhadap temuan kandungan paracetamol di laut Jakarta. Jangan sampai pencemaran lingkungan ini berdampak besar terhadap kehidupan masyarakat,” ujar Daniel dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, Jumat (8 /10/2021).
Lebih lanjut, Politisi Fraksi PKB itu menekankan kolaborasi lintas instansi harus turut segera dilakukan guna mempercepat penyelesaian masalah tersebut. Menurutnya, tidak hanya ditemukan konsentrasi paracetamol yang tinggi namun juga terdapat cemaran logam di Teluk Jakarta. Jika dibiarkan, maka paparan dari efek tersebut akan merusak ekosistem serta membahayakan alam dan manusia.
“Kita tidak ingin pencemaran lingkungan ini mendatangkan masalah kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Mengingat banyak warga di sekitar yang mencari nafkah dengan memanfaatkan laut Teluk Jakarta. Solusi yang hadir juga harus mengedepankan penyelamatan terhadap biota laut. Kami mendorong secepatnya Teluk Jakarta dibersihkan dari cemaran tersebut,” tegas Daniel.
Sebagai informasi, berdasarkan temuan gabungan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan University of Brighton UK ditemukan sebagian Teluk Jakarta mengandung konsentrasi Paracetamol, obat pereda demam dan nyeri, di Teluk Jakarta relatif tinggi dibandingkan dengan pantai-pantai di belahan dunia, yakni 420-610 nanogram per liter (ng/L).
Akibat temuan itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membentuk tim kerja untuk menangani permasalahan pencemaran lingkungan di Jakarta. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta juga telah mengambil sampel air laut di dua lokasi yang disebut tercemar kandungan paracetamol, yaitu Angke dan Ancol.
Akan tetapi, hingga saat ini masih belum diketahui sumber pencemaran lingkungan di Teluk Jakarta. Namun untuk tahap awal, dugaan sementara kandungan paracetamol itu bersumber dari ekresi konsumsi masyarakat yang berlebihan, limbah dari rumah sakit, dan industri farmasi. Peneliti juga mengungkap kemungkinan sumber pencemaran bukan hanya dari warga Jakarta, tapi juga dari kawasan sekitar seperti Bogor, Bekasi dan Depok.
Bahkan 60-80 persen pencemaran diprediksi datangnya dari daratan (land based) seperti pembuangan sampah obat paracetamol kedaluwarsa.Meski begitu, tidak menutup kemungkinan pencemaran diakibatkan oleh kebocoran industri farmasi. Daniel mengatakan, cemaran paracetamol juga bisa akibat manajemen penanganan limbah yang kurang baik sehingga membuat kotoran tidak terurai dengan baik.
Adanya kemungkinan tersebut, Daniel berharap pemerintah bersama stakeholder terkait menyelidiki kemungkinan ada oknum-oknum pengumpul bahan berbahaya dan beracun (B3). Dirinya mengingatkan pengelolaan limbah B3 sudah memiliki aturan tersendiri dan adanya ancaman pidana jika ditemukan keteledoran.
“Persoalan ini memang menjadi tantangan besar untuk kita semua. Maka diperlukan edukasi kepada masyarakat dan pelaku industri kesehatan tentang optimalisasi pengolahan limbah industri farmasi serta pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya air. Selain itu, Perlu law enforcement terhadap pelanggar limbah farmasi baik rumah tangga, apartemen, pelaku wellness industry dan hospitality industry,” terang Legislator dari Dapil Kalimantan Barat itu.
Di sisi lain, ia menilai Indonesia masih memiliki tanggung jawab menyelesaikan isu limbah farmasi yang kurang mendapatkan perhatian dan penanganan khusus, baik dari rumah sakit, ataupun industri farmasi. Padahal, limbah B3 seperti obat yang kedaluwarsa butuh pengelolaan khusus agar tidak mencemari dan merusak lingkungan hidup.
Diketahui, Angke dan Ancol berada di muara dua sungai besar, yaitu Angke dan Ciliwung yang berfungsi sebagai penampung limbah rumah tangga dan industri. Meski harus ada penelitian lebih lanjut, cemaran Paracetamol di Teluk Jakarta dapat menimbulkan dampak terhadap keamanan pangan dan perikanan yang ada di daerah tersebut. Sehingga perlu hadirnya teknologi pengelolaan limbah yang akurat agar masyarakat, termasuk tenaga kesehatan terjamin kesehatannya.
“Teluk Jakarta ini kan pasar sentral untuk produk laut. Masalah ini memunculkan kekhawatiran di masyarakat, terutama apakah ikan yang dikonsumsi dari kawasan tersebut aman. Pemerintah harus memberi penjelasan lebih komprehensif sehingga masyarakat tenang,” tutup Daniel. (*/cr2)
Sumber: dpr.go.id