Oleh Ahmad Kailani SH., MH., M.IP.
Pasangan Prabowo-Gibran akhirnya resmi dikukuhkan. Pengukuhan pasangan beda dua generasi ini sekaligus menjawab teka-teki, siapa akhirnya yang resmi mendampingi Prabowo sebagai Cawapresnya. Meski langkah Prabowo disebut lambat, toh langkah tersebut dinilai bijak dan cermat. “Ojo kesusu” jawab Prabowo saat ditanya kapan Cawapresnya dideklarasikan. Iya untuk apa buru-buru?
Sebab, kecepatan mendeklarasikan wakil bukan untuk dilombakan. Apalagi dideklarasikan sekedar untuk tempat pelarian dari kekecewaan. Karena dalam politik, bobot, bibit dan bebet juga patut diperhitungkan. Jika tidak hati-hati, maka potensi pecah kongsi di tengah jalan akan sangat membahayakan. Terlebih soal Capres dan Cawapres, jika tidak seia-sekata, maka 275 juta warga akan jadi korbannya.
Melihat Prabowo-Gibran, bisa jadi, inilah duet yang ditunggu-tunggu masyarakat. Setelah “polemik” yang terbilang seru tentang batas usia. Lalu analisa yang tendesius tentang kemampuan politik Gibran. Toh, Prabowo memang bukan calon panglima tertinggi “kaleng kaleng”. Bisa jadi ia tetap menyimak danmendengar apa yang dipolemikan.
Ia juga tahu, bagaimana tiba-tiba polemik tersebut menjadi sasaran antara. Dan ia tahu kemana “anak panah” tersebut diarahkan. Prabowo tegas dan bergeming. Sebagai Ketua Umum Partai, ia punya keyakinan dan kebebasan untuk memutuskan siapa yang paling tepat untuk menjadi wakilnya. Dan,menurut saya, memilih Gibran adalah pilihan yang tepat.
Ada tiga alasan mengapa duet Prabowo-Gibran menarik untuk dicermati; Pertama, sosok Prabowo sebagai Calon Presiden. Ia berani menentukan sikap siapa Cawapresnya. Mengapa? karena, PS-lah satu-satunya capres yang posisinya sebagai Ketua Umum Partai, yaitu Partai Gerinda. Dalam tiga kali Pemilu,Gerindra juga bukan Partai “nol koma”. Bahkan sebaliknya ia menduduki posisi kedua setelah PDI-P pada Pemilu 2019 secara suara.
Dengan posisi tersebut, PS punya kendali atas semua langkah politiknya; dinamis dan mampu merangkul semua kekuatan sosial dan politik. Secara personal PS juga tidak memiliki “cacat politik” yang berpotensi mendegradasi karir politiknya. Bahkan sebaliknya jejak digital mengungkap bahwa PS adalah politisi yang telaten memberi ruang bagi anak-anak muda masuk ke gelanggang politik. Bahkan Prabowo menjadi “mentor” bagi banyak anak muda yang moncer dalam karir politiknya seperti Presiden Jokowi, Anies Baswedan, Ahok dan lainnya.
Kedua, sosok Gibran yang kini menjabat sebagai Wali Kpota Solo. Secara usia, Gibran mewakili Gen Milenial, Karakteristik atau ciri-ciri generasi milenial bisa dibilang unik dibandingkan generasi lainnya. Menurut Time, generasi milenial adalah orang yang lahir pada tahun 1980 hingga 2000. Generasi milenial juga sering disebut sebagai generasi Y karena lahir setelah generasi X pada 1960 hingga 1980, seperti ditulis Live Science.
Kini, generasi milenial disebut sebagai populasi terbesar di dunia. Berdasarkan data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 seperti dilansir Katadata, terdapat 269,9 juta generasi milenial di Indonesia pada 2020. Dengan jumlah yang besar, milenial selalu dinilai memiliki beberapa karakteristik yang menonjol seperti; punya kemampuan adaptasi, melek tekhnologi, berorientasi ke prestasi (achievement-oriented) dan pemikiran yang terbuka (open mind).
Sebagai Wali Kota, Gibran berhasil membangun citra Solo yang lebih baik. Misalnya pada Mei 2021 lalu, Gibran secara tegas memecat Lurah Gajahan berinisial S yang diduga terlibat melakukan praktik pungutan liar atau pungli. Kemudian pada April 2022, nama Solo masuk kategori kota paling toleran di urutan kesembilan di Indonesia. Solo masuk daftar bersama sejumlah kota besar lainnya, seperti Singkawang dan Bekasi.
Selain itu, di bawah Gibran, berbagai penghargaan bergengsi berhasil diraih oleh Kota Solo,
mencerminkan upaya berkelanjutan dalam pembangunan dan pengelolaan sumber daya. Prestasi pertama yang patut diberikan apresiasi adalah penganugerahan Sertifikat Adipura Kategori Kota Besar dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tanggal 28 Februari 2023. Penghargaan ini menegaskan komitmen Pemkot Surakarta dalam menjaga kebersihan lingkungan dan keindahan kota.
Ketiga, duet Prabowo-Gibran bisa jadi bukan sekedar perpaduan dua generasi yang saling melengkapi tetapi juga dua generasi yang terkoneksi menuju transisi. Transisi kepemimpinan Indonesia menjelang Indonesia emas tahun 2045, sejatinya patut dipersiapkan. Sebab selain tingginya potensi ancaman dari luar akibat perubahan geopolitik dan respon dari dalam negeri akibat tekanan krisis memiliki potensi ancaman yang sama berbahayanya.
Karena itu, generasi muda yang secara penuh akan memimpin Indonesia di 20 tahun mendatang diajak serta membangun jalan transisi ini. Sehingga keberadaan Gibran dalam konteks kekuasaan tidak hanya simbolis tetapi juga aksiomis. Dan Prabowo sejak lama memiliki komitmen untuk menyiapkan anak-anak muda untuk menjadi pemimpin di masa depan. Jadi, duet Prabowo-Gibran bukan semata-mata bagaimana meraih kekuasaan melainkan menyiapkan generasi muda menjadi pemimpin di masa depan.
Ahlan wa sahlan Prabowo-Gibran!
Penulis adalah Ketua Umum RELAWAN “PERISAI PRABOWO”