Oleh  :  Amir Machmud NS

TAK sekali dua kali, saya berhadapan dengan kawan-kawan yang bersikap “enteng”. Bedakan dulu, pengertian “enteng” itu bukan “rileks”. Dia — atau mereka — berada di tengah kerumunan dan mengatakan, “Jangan terlalu dibikin susahlah, kita tidak perlu ketakutan berlebih…”

Atau ada juga kawan yang meyakinkan kita, sering memaksa mengajak berjabat tangan dengan berujar, “Tidak apa-apa, kenapa terlalu ketakutan?”

Baca Juga

Persoalannya bukanlah ketakutan atau takut berlebih. Saya menemukan ungkapan-ungkapan body language yang mengesankan keengganan menjaga jarak fisik di sejumlah titik kumpul manusia, bahkan termasuk di beberapa lokasi penerimaan bantuan sosial untuk warga yang terdampak pandemi Covid-19.

Pada Selasa 9 Juni lalu, saya menyimak berita di sebuah portal online, berisi respons warganet terhadap perkembangan angka positif Corona yang menembus angka harian 1.000 pasien. Berita yang beraksen kegalauan itu memantik pertanyaan, siapakah yang harus bertanggung jawab untuk menjaga agar pesan-pesan kewaspadaan secara efektif sampai dan dijalankan oleh warga masyarakat?

Sejumlah potret nyata aktivitas di tingkat masyarakat juga menimbulkan kegelisahan, seperti itukah praksis penerapan “new normal”? Yakni beradaptasi dengan kondisi pandemi virus Corona, dalam disiplin kontrol protokol kesehatan?

Sosialisasinyakah yang kurang masif? Bentuk-bentuk penyampaian pesannyakah yang kurang efektif? Kebijakan pemerintah yang saling bertubrukan dan tidak konsistenkah penyebabnya? Jejaring informasinyakah yang tidak menebar seperti yang diharapkan? Media massa yang kurang pas menyampaikan pesan-pesan, dengan lebih memprioritaskan angle kepentingan politik? Media sosial yang lebih mengumbar informasi-informasi tidak akurat? Atau sebagian anggota masyarakat yang memang bersikap masa bodoh?

Naluri jurnalistik saya mencoba memotret kondisi penyampaian pesan seputar Covid-19 itu dengan melihat, mengamati, menguping secukupnya, bertanya, lalu memetakan sikap antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya.

Dari pencermatan sejak masa-masa pandemi Corona dengan masivitas kampanye menjaga jarak fisik dan jarak sosial, tak bisa ditampik bahwa tanggung jawab penyampaian pesan pengamanan memfokus ke tiga elemen, yakni pemerintah, media, dan masyarakat sendiri.