MALANG – Tragedi tewasnya 129 orang suporter di Stadion Kanjuruhan, Malang, menyisakan duka mendalam. Kericuhan berawal dari protes suporter Aremania karena tim kebanggaannya kalah dengan skor 3-2 atas Persebaya.
Beberapa oknum Aremania yang kecewa mencoba turun ke lapangan sebagai bentuk protes. Bentrokan tidak bisa dihindarkan. Polisi menembakan gas air mata ke arah suporter. Ribuan Aremania pun lari menyelamatkan diri. Sebagian dari mereka banyak yang pingsan, terinjak-injak dan membutuhkan pertolongan medis.
Pantauan di lapangan, ratusan suporter dikabarkan meninggal dunia. Beberapa jenazah itu ditutupi dengan kain, banner, baju ataupun alat penutup lainnya. Sementara ratusan Aremania terluka akibat gas air mata dan terinjak-injak.
Pengamat Sepak Bola, Tommy Welly menyayangkan pengunaan gas air mata di dalam stadion. Padahal, FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulations tegas melarang penggunaan senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan di dalam stadion.
Dalam pasal 19 (b) FIFA Stadium Safety and Security Regulations tertulis: ‘No firearms or “crowd control gas” shall be carried or used’. “Gas air mata dalam prosedur pertandingan sepakbola kan dilarang regulasi FIFA, senjata api juga, itu setau saya di regulasi FIFA dicantumkan disana, artinya di pengamanan juga ada yg salah. Pengamanan regulasi chaos. Apa artinya menang kalau harganya sekian ratus nyawa,” kata Towel.
Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainuddin Amali menegaskan akan menginvestigasi semua prosedur penyelenggaraan pertandingan, buntut kericuhan yang menelan korban jiwa di laga Arema vs Persebaya. Termasuk penggunaan gas air mata di dalam stadion. (Red).