Gus Miftah (tvone)
JAKARTA – Ketua Dewan Pembina Relawan GM (Gerakan Masyarakat) 08, KH Miftah Maulana Habiburokhman alias Gus Miftah, mengajak para pemilih untuk mempertimbangkan calon pemimpin yang memiliki harta kekayaan memadai guna mengurangi potensi tindak korupsi.
Menurut Gus Miftah, pemimpin yang sudah mapan secara finansial cenderung tidak terlibat dalam praktik korupsi karena fokusnya lebih pada tugas-tugas publik.
“Isu terbesar yang dihadapi bangsa ini adalah korupsi. Dengan memiliki pemimpin yang sudah sejahtera secara pribadi, risiko terjadinya korupsi bisa diminimalisir,” ujarnya saat berbicara di hadapan siswa SMK Diponegoro Jatibarang, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, pada Senin (29/1).
Gus Miftah menjelaskan bahwa pemimpin yang sudah mapan cenderung tidak tergoda untuk melakukan korupsi. Sebaliknya, jika seseorang memilih pemimpin yang masih memiliki urusan keuangan yang belum terselesaikan, ada kemungkinan besar bahwa pemimpin tersebut akan cenderung memprioritaskan kepentingan pribadi dan kelompoknya.
“Dengan sudah menyelesaikan urusan pribadinya, seorang pemimpin akan lebih fokus pada pelayanan kepada rakyat. Tetapi, jika pemimpin masih memiliki urusan pribadi yang berlarut-larut, maka kemungkinan besar dia akan lebih cenderung mengutamakan kepentingan dirinya sendiri dan kelompoknya,” tambahnya.
Menurut Gus Miftah, penting bagi semua orang, termasuk generasi muda, untuk memahami politik dan memilih pemimpin yang terbaik. Baginya, keputusan terbaik akan dihasilkan oleh pemimpin yang berkualitas.
“Pemimpin yang baik akan menghasilkan keputusan yang baik. Oleh karena itu, saya mendorong generasi muda untuk memilih pemimpin yang berkualitas,” kata pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji Sleman tersebut.
Pendapat serupa disampaikan oleh Ketua DPD Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Jawa Tengah, Pamor Wicaksono.
Menurutnya, para pemuda harus memilih pemimpin yang memiliki wawasan kebangsaan, komitmen, dan program-program yang berkualitas.
“Kita harus memilih pemimpin yang menghormati ideologi negara, Pancasila, dan UUD 1945 dalam konteks kepemimpinan. Jika pemimpin tidak menghormati nilai-nilai ini, nasib negara akan menjadi tidak pasti,” tandasnya.
Dalam konteks ini, penulis Jack Bologna dari Pusat Edukasi Antikorupsi KPK menjelaskan bahwa korupsi biasanya dipicu oleh keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan kurangnya pengungkapan. (*)