Bank Indonesia (BI) mengatakan inflasi yang turun menjadi 5,71% pada Oktober 2022 disebabkan oleh sinergi kebijakan yang erat antara BI, pemerintah pusat, pemerintah daerah, banyak mitra strategis lainnya melalui kelompok pengendalian inflasi pusat dan daerah (TPIP-TPID) dan Nasional Gerakan Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) dalam menekan laju inflasi, khususnya dengan memantau dampak pengendalian inflasi, selanjutnya penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Direktur Utama Komunikasi BI Erwin Haryono menyampaikan terima kasih kepada seluruh pengambil kebijakan yang telah bersama-sama menjaga stabilitas harga guna mendukung daya beli masyarakat dan mendorong pemulihan pemulihan ekonomi.
Secara keseluruhan pada tahun 2022, Bank Indonesia melihat inflasi di bawah perkiraan awal, meskipun masih 3 ± 1% di atas targetnya. “Sinergi kebijakan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan BI akan terus ditingkatkan untuk memastikan inflasi segera kembali tepat sasaran,” kata Erwin dalam keterangan resmi yang diterima, Selasa (1 November 2022).
Ia mengatakan, inflasi inti Oktober 2022 terkendali sebesar 0,16% (ton), turun dari inflasi September 2022 sebesar 0,30% (ton). Penurunan inflasi inti bulanan yang lebih rendah dari perkiraan semula terutama dipengaruhi oleh berlanjutnya dampak penyesuaian harga BBM terhadap inflasi inti yang menurun pada Oktober 2022 dan tidak adanya tekanan inflasi dari sisi permintaan yang kuat. Secara tahunan, inflasi inti Oktober 2022 tercatat sebesar 3,31% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,21% (yoy).
“Ke depan, inflasi inti diperkirakan akan terus menurun, seiring dengan memudarnya efek penyesuaian harga BBM di tengah berlanjutnya permintaan dan perbaikan langkah pengendalian inflasi.” Bank Indonesia berkomitmen untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi (berlebihan) dan memastikan ke depan inflasi inti akan kembali ke targetnya lebih awal dari 3,0±1%, yaitu pada semester pertama tahun 2023,” ujar Erwin.
Tahun 2022 kembali mencatatkan deflasi sebesar 1,62% (ton), lebih tinggi dari perkiraan semula, dan pada bulan sebelumnya (mtm) sebesar 0,79%. Pertumbuhan ini terutama dipengaruhi oleh deflasi berbagai cabai serta telur dan ayam yang didukung oleh peningkatan stok sejalan dengan panen hortikultura, kondisi pasokan telur dan ayam yang lebih lengkap, serta tindakan pengendalian harga yang dilakukan bersama oleh pemerintah pusat. , pemerintah daerah, BI dan mitra strategis lainnya melalui TPIP-TPID dan GNPIP. Beras, di sisi lain, menderita inflasi akhir panen di sebagian besar wilayah pusat.
“Dengan perkembangan tersebut, inflasi kelompok volatile food secara tahunan juga mengalami penurunan dari 9,02% (yoy) pada bulan lalu menjadi 7,19% (yoy),” ucap Erwin.