PUSARAN.CO – Ahmad Kaylani Eks Manager Program Institute For Military dan Strategic Studies, IMSES, Jakarta menyebut Jenderal TNI Andika Perkasa, jelas bukan Jendral TNI (Purn) Gatot Nurmayanto karena keduanya hidup dan membangun karir dalam lanskap sosial dan politik yang berbeda.
Hal ini terkait dengan analisis politik seorang pengamat yang menyamakan nasib politik Andika Perkasa dengan nasib politik Gatot Nurmayanto yang berakhir “jeblok”.
“Jadi sikap, karakter dan kemampuan keduanya memang berbeda. Meski sama-sama berasal dari satu korps TNI AD, tentu nasib orang siapa yang tahu,” ucap Kaylani belum lama ini.
Menurut Kaylani, sebagai Panglima, Jenderal TNI Andika Perkasa, tentu tidak dapat lepas perhatiannya pada situasi politik, ekonomi, sosial nasional dan global.
“Sulit dihindari, dunia tengah benar-benar berubah,” tutur Kaylani.
Diterangkan Kaylani, paska pandemi, dunia menghadapi tantangan baru. Presiden Jokowi mengingatkan ancaman krisis. “Srilanka sudah menjadi korban, akibat kenaikan harga pangan paska Covid-29.
“INDONESIA HARUS HATI-HATI”
Kaylani mengutip ucapan Presiden Jokowi.
Indonesia paska Jokowi, lanjut Kaylani, bukan kabar yang menyenangkan. Bahkan, peringatannya bisa terjadi paska Jokowi. “Krisis global bisa semakin mendalam,” cetus Kaylani.
“Dititik inilah sosok Andika Perkasa, menjadi sisi menarik politik Indonesia paska Jokowi. Setidaknya, sifat yang tenang, jauh dari mencampuri isu politik dan kemampuannya meredam gejolak sejumlah isu termasuk KKB, bisa memberi gambaran gaya kepemimpinan Andika,” imbuh Kaylani.
Kaylani menambahkan, jika dipadankan dengan tokoh sipil sebagai cawapres misalnya, posisi Andika bisa mengambil peran strategis. Terlebih posisi pertarungan pengaruh global China, Rusia, AS, Uni Eropa dan sekutunya, dapat berimbas pada keamanan regional Asia Tenggara khususnya Indonesia.
“Krisis ekonomi yang terjadi di Srilanka yang berdampak pada sosial dan politik jika terjadi di Indonesia dampaknya bisa jauh lebih besar dan dalam,” tambah Kaylani.
Jadi, jika setiap masa ada orangnya, maka masa paska Jokowi membutuhkan dua tokoh yang mewakili sipil-militer dalam rangka menjaga stabilitas sosial, politik, ekonomi dan keamanan.
Kenapa penting dwitunggal sipil-militer? Karena tantangan ekonomi global paska Covid akan sangat mengkhawatirkan seperti peringatan Jokowi.
Jadi, dalam konteks tantangan dan bagaimana menghadapi tantangan jelas Andika dan Gatot berbeda.
Karena itu, jika Capresnya berasal dari Sipil, maka idealnya Cawapresnya berasal dari militer. Dalam konteks ini Andika merupakan Cawapres paling potensial dari unsur militer.
Masa depan politik
Andika Perkasa jelas berbeda dengan Gatot Nurmayanto. Karena memang Andika bukan Gatot, jadi tak pantas jika nasib dan masa depan politiknya akan sama,” pungkas Kaylani.(*).