JAKARTA – Dosen Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Iqrak Sulhin menyatakan keliru jika masyarakat menyalahkan lembaga pemasyarakatan (lapas) dalam pemberian remisi terhadap para koruptor, sebab lembaga ini hanyalah pelaksana pidana, sesuai perintah pengadilan.
“Lapas hanyalah eksekutor dari putusan pengadilan. Artinya soal berat ringan pidana itu kewenangan pengadilan dan bukan ranahnya lembaga pemasyarakatan,” katanya, Kamis (26/8/2021).
Dikatakan, saat seseorang menjalani masa pidana penjara, semua harus sesuai dengan amanat UU Pemasyarakatan. Dalam arti para narapidana tetap berhak untuk mendapatkan haknya, baik hak mutlak seperti makan/minum maupun hak bersyarat, seperti remisi.
“Dalam hal hak bersyarat, ketika memenuhi syarat administratif dan substantif (seperti berkelakuan baik, tidak masuk register pelanggaran), maka tidak ada halangan bagi seorang narapidana untuk mendapatkan remisi (termasuk asimilasi dan pembebasan bersyarat). Baik untuk narapidana umum maupun narapindana khusus, seperti kasus narkotika atau korupsi,” tuturnya.
Justru malah aneh jika lapas menghalang-halangi seorang narapidana mendapatkan remisi karena semua sudah diatur dalam undang-undang. “Kalau pihak lapas menghalang-halangi orang dapat remisi, justru mereka melanggar undang-undang,” katanya.
Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 menjadi dasar pemberian remisi umum tahun ini bagi narapidana tindak pidana korupsi.
Ketentuan iniĀ diperkuat Pasal 14 ayat 1 huruf (i) Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan narapidana berhak mendapatkan remisi.(rls).