Jakarta – Dalam melakukan pembangunan di Tanah Papua, dibutuhkan strategi yang memberi perhatian terhadap keseimbangan ekonomi, ekologi, dan berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Hal yang sama dilakukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk membangun Papua dan Papua Barat secara seimbang, yakni dengan Reforma Agraria dan Penataan Ruang.
Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra mengatakan bahwa pembangunan di Tanah Papua berkaitan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Baca Juga
Berdasarkan Inpres tersebut, pemerintah diminta meningkatkan percepatan pelaksanaan Reforma Agraria yang mempertimbangkan kontekstual Papua, serta meningkatkan kepastian hukum hak atas tanah, penataan, dan publikasi batas kawasan hutan dan non hutan, pendaftaran tanah adat/ulayat sesuai hasil inventarisasi masyarakat hukum adat dan tanah adat.
“Saya sepakat bahwa pendekatan yang tepat untuk Tanah Papua adalah balance atau keseimbangan. Bukan hanya sekedar balance, tapi harus mencari “The Right Balance“. Jika sekadar konservasi, lingkungan, keanekaragaman hayati, tanpa mempertimbangkan manusia khususnya orang Papua tidak balance. Dengan kondisi sosial budaya, ekonomi yang khas, banyak pembangunan yang membutuhkan keseimbangan di Papua dan Papua Barat,” ujar Surya Tjandra dalam pertemuan daring Seminar Publik bertajuk “Membangun Papua secara Seimbang” Pembelajaran dari Program Finding the Balance (FTB), Rabu (16/06/2021).
Ia menyebutkan, Reforma Agraria yang mempertimbangkan kontekstual Papua harus dimulai dari pemetaan sosial dan spasial wilayah adat Tanah Papua.
“Kami sudah membuat MoU, perjanjian kerja sama antara Bupati, Kanwil BPN Provinsi Papua. Tujuannya adalah supaya terjadi overlay antara hasil temuan masyarakat sipil yang melakukan pemetaan wilayah adat dengan apa yang menjadi tugas Kementerian ATR/BPN yaitu mencatatkan seluruh bidang tanah,” terang Wamen ATR/Waka BPN.
Lebih lanjut, terkait PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan (HPL), Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, terdapat pengaturan berupa HPL bagi masyarakat hukum adat di atas tanah ulayat seperti yang terjadi di Papua dan Papua Barat.
“HPL di atas tanah ulayat diberikan kepada masyarakat hukum adat setelah diakui dan ditetapkan keberadaannya sesuai dengan ketentuan perundangan,” tambah Surya Tjandra.
Sebagai penyelenggara program FTB, Country Representative The Asia Foundation (TAF) Indonesia, Sandra Hamid menuturkan strategi pembangunan Papua secara seimbang juga tertuang di dalam Deklarasi Manokwari bertajuk “Tanah Papua Damai, Berkelanjutan, Lestari dan Bermartabat”, yang disepakati oleh Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat pada tanggal 7 Oktober 2018. Ia memastikan, TAF bersama mitra CSO melalui program FTB yang didukung oleh UKCCU ikut memberikan dukungan untuk mencapai komitmen ini.
“Selama tiga tahun program FTB berupaya untuk berkontribusi terhadap kemajuan pembangunan di Tanah Papua yang memberikan perhatian terhadap keseimbangan antara peningkatan ekonomi daerah dan keberlanjutan fungsi-fungsi ekologi sumberdaya alam, partisipasi kelompok perempuan dan laki-laki, perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat asli dan pendatang, pemberdayaan ekonomi rakyat melalui usaha skala kecil menengah dan industri ekstraktif berbasis lahan, serta keterlibatan secara aktif kelompok muda dalam keseluruhan proses pembangunan,” jelas Sandra Hamid.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan The Foreign, Commonwealth & Development Office (FCDO), Daniel Jones mengungkapkan bahwa pemerintah Inggris merasa bangga karena telah membangun kerja sama erat dengan pemerintah Indonesia di sektor kehutanan dan tata guna lahan.
“Kami mengakui pentingnya hak dari masyarakat Papua untuk mengakses pembangunan, tapi juga mengakui pentingnya warisan budaya Papua yang unik sekali, dan pentingnya pengelolaan hutan dan lingkungan yang berkelanjutan. Semuanya adalah untuk membangun akses yang adil terhadap tanah dan sumber daya alamnya,” tukasnya. (*/cr2)