Beberapa negara di dunia tersandung krisis energi, berdampak pada Indonesia

JAKARTA – Beberapa negara di dunia kini tengah tersandung krisis energi. Kelangkaan pasokan dan naiknya harga gas, naiknya tarif bahkan padamnya listrik, serta sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) menjadi beberapa alasannya.

Berdasarkan kompilasi pemberitaan CNBC International, setidaknya ada tiga negara di dunia yang sedang mengalami hal tersebut, yakni Inggris, China, India. Beberapa mengamankan komoditas seperti batu bara, untuk kelangsungan listrik warganya.

Berikut faktanya:

Baca Juga

Ingris

Di Inggris, krisis energi terlihat dari kenaikan tarif listrik serta sulitnya mendapatkan bahan bakar untuk kendaraan. Lebih dari dua ribu pompa bensin di negeri itu kering di mana warga terpaksa berebut BBM dengan industri yang kehabisan sumber gas untuk pembangkit listrik.

Masalah lain adalah distribusi pasokan yang mandek karena tidak ada supir yang mengendarai truk barang di negeri itu. Akibatnya rantai pasokan bahan bakar terganggu.

Brexit atau langkah keluarnya Inggris dari Uni Eropa disalahkan atas kejadian ini. Sebab banyak sopir yang kebanyakan imigran harus kembali ke negaranya karena masalah imigrasi, belum lagi penguncian Covid-19.

Menurut Kedutaan Besar Inggris di Jakarta kepada CNBC Indonesia, kenaikan tarif listrik sendiri diakibatkan oleh naiknya permintaan akan gas alam sehingga mengerek harga bahan bakar rendah emisi itu. Inggris sendiri merupakan negara yang saat ini cukup intens dalam menggunakan gas untuk keperluan kelistrikannya.

“Penyebab krisis terutama disebabkan oleh harga gas yang tidak stabil, yang meningkatkan biaya pembangkitan listrik Inggris,” ujar keterangan Kedubes Inggris yang diperoleh secara eksklusif.

Kedubes Inggris juga menyebut naiknya harga gas alam ini mungkin juga akan dirasakan oleh negara lainnya. Pasalnya harga gas alam yang naik merupakan harga global di mana setiap negara yang ingin mendapatkannya perlu mengeluarkan dana yang lebih banyak.

Sementara itu, Inggris secara drastis telah mengurangi ketergantungan batu bara. Namun, tak dipungkiri, saat pasokan energi seret September lalu, Inggris menghidupkan lagi pembangkit West Burton A untuk mengamankan listrik, pertama kali dalam enam bulan, sebelum pensiun 2022.

“Batu bara masih akan digunakan di Inggris (dalam persentase kecil, 1,6%) sampai batu bara betul-betul akan dihapus dari sistem pada tahun 2024,” katanya.

China

Sementara aktivitas pabrik China menyusut akibat pembatasan penggunaan listrik. Sebuah survei yang dirilis Kamis (30/9/2021), sebagaimana dikutip dari Guardian, menunjukkan aktivitas pabrik China mengalami kontraksi pada September.

Ini pertama kali terjadi kepada China sejak pandemi melanda pada Februari 2020. Angka-angka menunjukkan bahwa output turun akibat perlambatan produksi di industri yang mengkonsumsi energi tinggi, termasuk logam dan produk minyak.

Krisis listrik di China terjadi ketika permintaan energi negara itu melonjak melewati tingkat pra-pandemi. Namun, pembatasan impor batu bara dari Australia akibat pertikaian politik, menekan pasokan komoditas itu.

Sebelumnya krisis energi ini juga terhubung dengan ambisi pemerintah dalam mengurangi emisi karbon pada 2030. Presiden China Xi Jinping berencana untuk mulai menghentikan operasional pembangkit batu bara dan menggantinya dengan energi terbarukan.

Namun untuk mencapai target itu, dibutuhkan pembangunan 100 gigawatt pembangkit tenaga surya dan 50 gigawatt tenaga angin setiap tahun untuk menyeimbangkan kenaikan konsumsi sebesar 5%. Hal ini jauh dari pertumbuhan energi terbarukan tahunan China yang baru mencapai setengah dari itu.

Sementara itu, untuk mengamankan krisis listrik agar tak semakin gawat, Gubernur Provinsi Jilin Han Jun, berjanji akan meningkatkan meningkatkan pasokan listrik lokal dengan memperbesar skala impor batu bara. China, diketahui merupakan konsumen batu bara terbesar saat ini.

Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC) juga mendesak perencana ekonomi lokal, administrasi energi dan perusahaan kereta api untuk meningkatkan transportasi batu bara. Pasalnya China sebentar lagi mendekati musim dingin, di mana kebutuhan energi untuk pemanas juga meningkat.

“Setiap perusahaan kereta api harus memperkuat transportasi batu bara ke pembangkit listrik dengan persediaan kurang dari tujuh hari dan meluncurkan mekanisme pasokan darurat tepat waktu,” kata NDRC.

India

Setelah Inggris dan China kini krisis serupa mengancam India. Perusahaan utilitas di negeri itu ramai-ramai mengamankan pasokan batu bara setelah lonjakan permintaan listrik dari industri dan impor yang lambat.

Ini karena rekor harga global karena rebound permintaan listrik. Belum lagi persaingan dengan China.

Data pemerintah menunjukkan setengah dari 135 pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) hanya memiliki stok bahan bakar kurang dari tiga hari. Padahal, aturan pemerintah federal, pasokan setidaknya harus ada untuk dua minggu.

“Kegentingan pasokan diperkirakan akan berlanjut,” kata unit lembaga pemeringkat S&P CRISIL dalam sebuah laporan.

“Inventarisasi batu bara di pembangkit (India) akan meningkat secara bertahap hingga Maret nanti,” prediksi lembaga itu lagi.

Secara detil, konsumsi listrik negara-negara bagian yang fokus ke Industri terus naik. Di Maharashtra, Gujarat dab Tamil Nadu misalnya, konsumsi tumbuh 13,9 hingga 21% dalam tiga bulan hingga September.

“Tahun ini kami melihat pertumbuhan yang luar biasa dari permintaan industri,” kata Direktur regulator listrik Gujarat, Shameena Husain.

Meskipun pasokan batu bara India menyusut, pemadaman listrik skala besar belum terjadi. Tapi mengutip Reuters, kekurangan sudah terlihat di Uttar Pradesh, Bihar dan Kashmir.

India adalah importir batu bara terbesar kedua di dunia. Meski demikian, negara Tuan Takut itu memiliki cadangan terbesar keempat dunia.