JAKARTA – Politik identitas berbahaya. Apalagi narasi yang mewajarkan politik identitas, jauh lebih berbahaya.
Tetapi penyebaran narasi menormalisasi politik identitas tengah muncul. Bukan semata perlawanan pemikiran, melainkan langsung sebagai gerakan politik untuk memobilisasi dukungan dalam kontestasi pemilu.
Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan mengajak seluruh pihak untuk membendung penyebaran narasi yang mewajarkan pemanfaatan politik identitas untuk meraih dukungan suara dari para pemilih di Pemilu 2024.
“Politik identitas jelas berbahaya sehingga narasi yang menetralisasi politik identitas harus kita bendung,” kata Halili pada acara dialog bertajuk ‘Demokrasi dan Politik Identitas’, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Ia menyampaikan tidakan memberikan ruang besar bagi politik identitas dengan menganggap hal tersebut sesuatu yang sah dan wajar di tengah pesta demokrasi, berpotensi mengancam keberadaan kebinekaan dan memundurkan konsolidasi demokrasi.
Menurut Halili, masyarakat Indonesia sudah seharusnya belajar untuk berkembang dalam menghadirkan pemilu berkualitas. Para calon presiden dan calon wakil rakyat harus diberi ruang bersih untuk lebih mengedepankan visi, misi, dan program mereka agar bisa membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju di dunia.
“Dibandingkan menggunakan politik identitas, lebih baik masyarakat melihat visi dan misi pemimpin politiknya, sebab politik identitas dapat memecah belah bangsa Indonesia,” kata dia.
Halili mengapresiasi langkah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI yang secara tegas menegur Partai Ummat usai partai tersebut menyatakan mengusung politik identitas sebagai gerakan perjuangannya.
“Partai Ummat mengusung politik identitas itu sangat aneh. Bawaslu sudah tepat memberikan teguran keras bagi pimpinan Partai Ummat,” kata dia.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) Rumadi Ahmad memandang pendidikan politik bernilai penting bagi masyarakat agar mereka tidak mudah terhasut, terutama oleh pemanfaatan politik identitas.
“Literasi politik identitas sangat penting dilakukan kepada masyarakat. Melalui pendidikan politik, masyarakat tidak gampang terhasut,” kata dia dikutip Antara.
Rumadi menambahkan politik identitas memang harus dilawan jika digunakan oleh pihak tertentu sebagai alat provokasi untuk menjatuhkan lawan politiknya.
“Pada titik itu, kita perlu melakukan perlawanan,” tegas dia.
Hal senada disampaikan oleh dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Indonesia (UIN) Jakarta Adi Prayitno bahwa politik identitas sangat membahayakan karena dapat membelah masyarakat.
“Yang berbahaya dari politik identitas itu adalah sentimen ketertindasan yang membelah masyarakat dan menempatkan orang di luar kelompoknya harus disingkirkan. Ini membuat pembelahan antara kami dengan mereka dan itu merusak persatuan,” kata Adi. (*)