PUSARAN.CO- Terkuaknya kembali peran besar Corinus Marselus Koreri Krey dalam pergulatan perjuangan di Papua berawal dari kunjungan Komandan Lanud Silas Papare, Marsma TNI Budhi Achmadi, ke rumah pahlawan nasional asal Papua, Marthen Indey.
Dalam pertemuan tersebut Marsma Budhi Achmadi bertemu dengan Ibu Aca, salah satu cucu Marthen Indey yang bertugas merawatnya hingga akhir hayat, yang menyampaikan amanah Marthen Indey.
“Jasa Corinus Krey kepada bangsa Indonesia dan Papua sangatlah besar. Apapun bentuk penghargaan negara kepada saya, maka Corinus Krey juga pantas untuk mendapatkannya. Dan kami mohon agar Corinus dapat diurus menjadi pahlawan seperti bapak kami dan komandan bisa menemui Ibu Corinus karena beliau masih ada,” kata Aca.
Setelah mendapat informasi itu Komandan Lanud Silas Papare mengambil langkah cepat dan akhirnya bisa berdialog dengan keluarga Corinus Krey. Dalam pertemuan tersebut Marsma TNI Budhi Achmadi akhirnya mendapatkan informasi lengkap tentang perjuangan Corinus Krey.
Corinus Krey bergabung bersama TNI AU berstatus sebagai Mayor Kehormatan sejak tahun 1967-1975. Namun perlu diketahui bahwa pangkat Mayor AU yang disandangnya waktu itu sudah menjadi pangkat militer tertinggi yang disandang putra asli Papua, bersama tokoh pejuang lain yang mendapatkan pangkat kehormatan yaitu Marthen Indey dan Abraham Dimara sebagai Mayor AD. Pangkat militer itu diberikan kepada tokoh asli Papua yang telah berjasa besar memperjuangkan pembebasan Papua dari kolonialisme Belanda.
Kisah perjuangan Corinus berawal dari gerakan pemuda yang dirintis Kepala Sekolah Beestur (Pamong Praja) Jayapura, Soegoro Atmoprasodjo, yang melibatkan Frans Kaisiepo (siswa sekolah Beestur) dan Corinus Krey (ajudan Soegoro). Soegoro adalah salah satu penggerak nasionalisme di Papua dan pada tanggal 1 April 1945 mencetuskan ide untuk mengubah nama Papua, yang berasal dari kata PAPA HUA yang sering dipakai oleh Kerajaan Tidore dan memiliki arti TIADA BAPAK. Hal itu terjadi karena Kerajaan Tidore menganggap sejarah Papua tidak diketahui asal usulnya sehingga disebut demikian.
Dalam rangka mengangkat harkat dan martabat Papua maka pemuda-pemuda Papua berpikir untuk mencari nama lain yang juga berasal dari sejarah Papua (Hikayat Koreri). Maka, diskusi Corinus Krey dan Frans Kaisiepo yang terjadi di Jayapura pada tanggal 1 Mei 1945, melahirkan nama IRIAN sebagai ganti kata PAPUA. Corinus Krey berulang-ulang menceritakan kepada anak cucunya, yang mengartikan IRIAN dengan arti “Ikut Republik Indonesia Anti Netherland”
Ketika itu pejabat Belanda ingin membungkam gerakan nasionalisme Indonesia di Papua. Frans Kaisiepo dan Corinus Krey mengambil kata IRIAN dari bahasa Biak yang artinya PANAS karena tanah Papua adalah tempat matahari terbit. Promosi nama dilakukan kepada kepala-kepala suku dan dititipkan kepada Frans Kaisiepo yang mewakili pemuda Papua dalam Konferensi Malino tanggal 18 Juli 1946.
Pada tahun 1947, Krey bergabung dengan Komite Indonesia Merdeka (KIM) sebagai Sekretaris II dibawah pimpinan Dr. Gerungan. Organisasi ini adalah motor pergerakan politik menentang Belanda dan disinilah Krey mulai berjuang bersama Marthen Indey yang menjabat Komisaris 1 KIM. Ketika Belanda mengendus KIM, Dr Gerungan dipulangkan ke Ambon dan KIM akhirnya digerakkan oleh Marthen Indey dan Corinus Krey.
Sepanjang hidupnya, Corinus Krey empat kali merasakan kejamnya penjara Belanda di Papua, yaitu penjara Kota Nica Jayapura (1-7 Desember 1945), penjara Abepura Jayapura (7-3-1947 hingga 7-8-1947), penjara Biak (7-12-1949 hingga 7-6-1950), dan yang terlama adalah tujuh tahun di penjara Digul (7-6-1950 hingga 7-8-1957).
Kepada putranya Max Krey, Corinus pernah menceritakan bahwa Belanda pernah menanam bagian perut ke bawah dalam kubangan dan diplester dengan semen hingga mengeras, sehingga menyisakan bagian perut ke bawah membiru dalam waktu yang lama. Dokumen kesaksian bahwa Corinus Krey pernah dipenjara empat kali ditandatangani oleh Marthen Indey karena kebetulan juga “rekan di penjara yang sama”.
“Sekelumit tentang kisah mendiang Mayor AU Corinus Krey ini didapatkan dari dokumen yang ditinggalkan Almarhum, serta dialog dengan Ibu Martina Krey beserta putra-putra,” kata Marsma TNI Budhi Achmadi, Minggu, (14/2).
Yang menarik, jelas Danalud Silas Papare, beberapa dokumen dan kesaksian diparaf langsung oleh rekan seperjuangannya, Marthen Indey. Sepertinya Marthen Indey yang jauh lebih senior dari Krey sudah mengantisipasi, saat dirinya berpulang maka akan semakin sedikit yang akan bisa menjadi saksi kepahlawanan sahabatnya tersebut.
Ditambahkannya, selain pernah berdinas di Lanud Jayapura sebagai perwira TNI AU, almarhum adalah anggota MPRS Tahun 1964-1968 dan pemegang bintang veteran RI.
“Terima kasih Bapak, dan bangsa Indonesia berhutang besar padamu, Corinus Marselus Koreri Krey,” tegas Marsma TNI Budhi Achmadi.(**)