Kata siapa berwisata itu harus ke tempat yang memiliki pemandangan danau, laut atau pegunungan? Tak memiliki ketiganya, sebuah desa yang ada di wilayah Timur Bandung yakni Desa Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi, berhasil membuktikan sebagai desa wisata yang mandiri. Potensi yang dijual desa wisata ini, adalah potensi desa dan dibuat oleh warga desa, satu yang berbeda dengan desa wisata ini adalah pengunjung yang datang bisa berwisata antikorupsi, seperti diketahui Desa Cibiru Wetan merupakan desa percontohan anti korupsi di Indonesia dari KPK RI pada tahun 2022 lalu.
Perjalanan yang ditempuh dari Exit Tol Cileunyi dengan menggunakan kendaraaan roda empat hanya sekitar 20-25 menit dengan jarak sekitar 7,5 km atau dari Bunderan Cibiru 15 menit perjalanan dengan jarak sekitar 4,5 km. Untuk sampai ke desa wisata ini, Anda tinggal mengarahkan Google Maps dengan tujuan ke Desa Wisata Cibiru Wetan.
Untuk sampai ke desa wisata ini Anda tidak dapat menggunakan kendaraan besar jenis bus karena jalannya cukup sempit dan hanya dapat diakses dengan menggunakan mobil kecil. Selain itu, jika Anda ingin berwisata ke obyek wisata ini Anda harus melakukan reservasi dahulu melalui media sosial (medsos) resminya dengan akun @desawisata_cibiruwetan dan tidak bisa datang langsung seperti obyek wisata pada umumnya.
Podcast itu disiarkan langsung di akun YouTube Desa Wisata Cibiru Wetan. Pembahasan dalam podcast ini adalah pengalaman para siswa saat berkegiatan hingga menginap di desa wisata ini.
“Pengalaman yang saya rasakan berwisata di sini, seru. Saya bisa berinteraksi dengan warga di sini, bisa mengenal budaya seperti seni bela diri sulat dan sempat ikutan. Sempat juga menjelajah destinasi yang ada di area sini dan bikin saya kagum ada orang yang memanfaatkan maggot untuk memproses sampah organik dan menjadi sumber pemasukan dan maggotnya bisa jadi pakan ternak,” kata salah satu siswa SMA Al-Azhar 17 Karawang Muhammad Daffa Daipulloh (16)
Guru SMA Al-Azhar 17 Karawang Agus Hidayat mengatakan, dengan berwisata ke desa wisata diharapkan para siswa bisa berinteraksi dengan warga desa, karena di Karawang mereka tinggal di pusat kota, mereka jarang bertemu dengan tempat seperti ini. Tak hanya sehari, para siswa berkegiatan di desa wisata ini selama tiga hari, dengan kegiatan pertama yakni peras susu sapi, menganyam bambu, malamnya menyaksikan pertunjukan pentas seni bela diri dan masih banyak lagi.
“Mereka tidur di rumah warga, berbaur dengan warga. Mati gaya, langsung mati gaya dan anak-anak kembali normal seperti anak-anak pada umumnya tidak bergantung dengan gadget, tidak sibuk dengan gadgetnya, kita lihat itu positif, mereka berkumpul, ngobrol, penglihatan kami langka diskusinya tanpa sibuk dengan gadgetnya dan mereka bisa bercanda seperti anak-anak pada umumnya,” kata Agus.
Desa Wisata ‘Antikorupsi’ Percontohan di Indonesia
Desa Wisata Cibiru Wetan sudah ada sejak tahun 2011 lalu. Pada saat itu di Kabupaten Bandung baru ada 10 desa wisata di era Bupati Dadang Naser. Seiring berjalannya waktu, desa wisata ini pengelolaannya dilakukan dengan baik dan transparan yang di mana pengelolaanya dilakukan bersama badan usaha milik desa atau Bumdes Cibiru Wetan.
detikJabar berkesempatan berbincang dengan salah satu penggagas dan pengelola Desa Wisata Cibiru Wetan Mpey Ferdy, sebelum mengelola desa wisata dia dan teman-temannya sudah lama turun di bidang jasa. Menurutnya, konsep desa wisata tidak melulu harus punya obyek wisata seperti danau, laut atau gunung.
“Kalau kita bicara wisata alam, ketidakadilan, kenapa? Alam kita kan tidak seindah alam selatan dong, posisi kita kalau dari Kota Bandung ada di timur tapi kalau dari Kabupaten Bandung kita ada di utara dan beda dengan potensi alam seperti di Ciwidey atau Pangalengan,” kata Mpey
Menurutnya, pengelola desa wisata dan Bumdes Cibiru Wetan mendapatkan pelatihan dari dinas terkait, seperti diketahui di era Bupati Bandung Dadang Supriatna ada 50 desa wisata yang dibentuk dari target 100 desa wisata.
“Pas kembali dari pelatihan kita memulai memahami oh ternyata berbicara daya tarik wisata itu tidak melulu berbicara tentang keindahan alam tapi bagaimana perilaku manusia-manusia yang ada di desa itu sendiri. Nah kita menyebut itu adalah atraksi yang jadi destinasi kami, bukan destinasi alam tapi destinasi atraksi,” jelas Mpey.
Meski sudah ada sejak Tahun 2011, Desa Wisata Cibiru Wetan baru mendapatkan SK Bupati Bandung pada Desember 2022 lalu. Sejak saat itu, desa wisata ini terus berkembag dan mandiri dan berhasil mengukir berbagai prestasi yang diraih secara nasional maupun internasional. “Kami dinobatkan sebagai desa keterbukaan informasi publik, juara lomba desa nasional, desa ketahanan pangan UNESCO, kemudian desa antikorupsi, dan desa digital ASEAN Village Network dan juga masuk ke jejaring APO, Association Productivity Organization se Asia Pasifik sebagai desa digital,” ujarnya.
Untuk wisata antikorupsi, Mpey mengatakan biasanya pengunjungnya berasal dari kepala-kepala desa yang ada di kabupaten di Indonesia hingga dinas dan kementerian. Pengelolaan Desa Cibiru Wetan yang transparan, dipadukan dengan pengelolaan Bumdes dan desa wisata dan itulah yang membuat desa ini meraih penghargaan dari KPK higga banyak dikunjungi.
“Itu menjadi barang kita, menjadi produk jualan kita dan atraksi kita. Nah jualannya gini, kita buat tend market dulu atau target pasar. Tahun 2022 kita fokus kepada studi pemerintahan, jadi government to government. Negara Indonesia ini punya undang-undang yang membolehkan setiap birokrat, baik itu tingkat desa atau kelurahan dan seterusnya setiap tahun ada kegiatan peningkatan kapasitas. Peningkatan kapasitas ini memang harus apple to apple. Kalau dulu kan ngaco peningkatan kapasitas itu mengunjungi Pangandaran, bukan tingkatkan kapasitas tapi ujungnya bermain,” terangnya.
“Nah dari situ kita menangkap, kami membuat sebuah paket kunjungan studi desa, namanya sekolah desa. Alhamdulillah 2022 kami menghimpun atau mendatangkan tamu kurang lebih sampai 6.000 tamu dengan omzet Rp1,5 miliar,” tambahnya.
Meski omsetnya cukup menggiurkan, Mpey kepada Bumdes Desa Cibiru Wetan tidak meminta pengelolaan keuangan sendiri, tapi pihaknya meminta diberikan keleluasaan dalam kewenangan mengelola desa wisata yang di mana jika ada kunjungan baik ke Desa Cibiru Wetan atau desa wisata diarahkan langsung kepadanya dan nantinya keuangannya akan dikelola langsung oleh Bumdes. “Tamu kami kelola. Jadi kalau ada telepon ke pemerintah desa, atau ke operator desa, atau ke BUMDES, bahkan ke kami, kami kelola. Kami olah, muncul angka (harga kunjungan), sampai deal, kegiatan, kemudian kita lapor ke Bumdes dan kami keluarkan invoice, lalu mereka transfer ke Bumdes,” tuturnya.
Untuk kunjungan anak sekolah, Mpey menyebut jika itu merupakan penambahan market dari Desa Wisata Cibiru Wetan. Namanya, bukan sekolah desa, tapi culture trip desa. Produknya adalah jelajah desa dan ngumbara di desa. Atraksinya meliputi, menginap di rumah warga dan berbaur dengan warga, belajar membuat gerabah, bertani, podcast, mengelola sampah dengan maggot, perah susu sapi, menganyam bambu, pertunjukan pencak silat dan masih banyak lagi.
“Kami sebagai desa anti korupsi dan desa digital, itu menjadi jualan kita. Mungkin di desa lain kalau edukasi ke sawah, apalagi kita gak punya banyak. Bentuk edukasi mereka adalah bagaimana mereka mengalami hidup di desa, merasakan dan mendapatkan sebuah perilaku-perilaku yaitu antikorupsi. Tapi kita sepakat dengan anak usia di bawah 17 tahun tidak menyebutkan kata itu. Kan ada sembilan nilai-nilai anti korupsi. Jujur, tanggung jawab dan lainnya. Itu kita terapkan ke mereka dalam setiap lini programnya, salah satunya jelajah desa. Mereka kan di bawah trip tuh ke lokus A, lokus B berakhir di warung jujur yang dikelola ibu-ibu PKK di mana mereka dikasih voucher satu kelompok ibaratnya harga Rp50 ribu silahkan kamu ambil makan dengan harga voucher itu,’ jelasnya.
“Mereka lalu merasakan biasa hidup tanpa gadget. Awalnya mengeluh, tapi itu pengalaman yang mereka rasakan di sini dan bakal terus teringat pada memori di otaknya,” sambung Mpey.
Pengelolaan administrasi desa, Bumdes hingga Desa Wisata Cibiru Wetan mendapatkan sanjungan dari Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin. Bey terkesan dengan beragam fasilitas yang ada di desa ini, dari mulai perpustakaan digital, pelayanan administrasi yang ramah dan sigap, penataan bantuan langsung tunai (BLT) yang rapi dan tertata.
Belum lama ini, Bey juga melihat area ketahanan pangan di desa ini. Di lahan seluas sekitar 2.000 meter persegi, warga menanam berbagai komoditas, mulai dari cabai keriting, mangga harum manis, sampai ayam. Selain itu, desa ini mampu mengelola sampah secara mandiri sejak tahun 2020. Bey menilai, Desa Cibiru Wetan merupakan bentuk nyata dari desa mandiri yang mampu menggerakkan ekonomi.
“Desa Cibiru Wetan produktif sekali. Panen cabai di sini luar biasa,” kata Bey.
Bey ingin, desa ini menjadi inspirasi bagi desa-desa lain yang ada di Jabar untuk membangun kemandirian dan ketahanan pangan. Menurut Bey, Desa Cibiru Wetan telah membuktikan bahwa inovasi dalam pengelolaan ketahanan pangan dan pelayanan masyarakat dapat berjalan beriringan dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
“Saya rasa desa ini mudah ditiru, tinggal copy-paste,” ujar Bey.
Selain itu, saat ini Bank Indonesia Jawa Barat (BI Jabar) konsen juga terhadap prospek pariwisata sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru di Jawa Barat, dalam hal ini BI Jabar telah menyelenggarakan West Java Tourism Talk (WJTT) sebanyak tujuh kali sepanjang tahun 2024, berupa FGD, talkshow hingga kunjungan lapangan dengan dihadiri lebih dari 1000 peserta dari kalangan akademisi, pelaku suaha desa wisata, hingga pemerintah daerah. Hal itu dilakukan demi memberi insight dan motivasi bagi pelaku usaha wisata untuk terus berupaya mengembangkan sektor pariwisata di Jawa Barat.
Desa wisata di Jabar dilirik oleh BI Jabar, salah satunya Desa Wisata Cibiru Wetan hingga Desa Wisata Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Tak hanya itu, BI Jabar juga melirik potensi desa wisata yang ada di kabupaten lainnya yang ada di Jawa Barat. Kehadiran desa wisata di Jabar menjadi alternatif baru di samping objek wisata yang dikala akhir pekan ramai dikunjungi, dengan ada desa wisata maka pengunjung pun akan tersebar merata.
“Desa wisata mulai rintisan, maju dan berkembang di 17 kabupaten di Jawa Barat (dilirik BI Jabar). Misalnya di Alamendah. Macetnya Ciwidey dengan adanya desa wisata jadi tidak ada. Desa Wisata yang membatik di sana, mengolah susu di sana, bisa beli produk UMKM,” kata Deputi Kepala Perwakilan (Kpw) Bank Indonesia Jawa Barat Muslimin Anwar.
Muslimin menerangkan, ada tiga hal yang diperhatikan BI Jabar dalam megembankan desa wisata ini di antaranya aksesibilitas, amenitas dan atraksi. Dari tiga hal itu, ada dua fokus yang menjadi fokus perhatian yakni amenitas dan atraksi. “Seperti Alamendah, Cireundeu dan Lebak Muncang aksesnya sudah bagus. Tinggal ametis dan atraksinya, sepertinya penyediaan hotel atau homestay atau camping ground karena itu sangat membantu sekali para pelaku desa wisata,” ujarnya.