PUSARAN.CO – Hari lahir Pancasila diperingati setiap tanggal 1 Juni oleh bangsa Indonesia.

Tahun ini, “Pancasila Dalam Tindakan Melalui Gotong Royong Menuju Indonesia Maju” merupakan tema yang diangkat dalam memperingati hari lahir Pancasila.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila merupakan Ideologi Negara.

Baca Juga

Keberadaan Pancasila juga tentu merupakan bagian tak terpisahkan dari lambang burung Garuda Pancasila yang dikenal melalui mitologi kuno yaitu burung yang menyerupai burung elang rajawali.

Garuda digunakan sebagai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.

Dibalik keberadaan lambang negara tersebut, ada tokoh yang sangat berjasa pada bangsa ini dalam merancang lambang negara tersebut.

Lambang Garuda Pancasila ini dirancang seorang tokoh bernama Sultan Hamid II. Ia adalah sultan di Kesultanan Pontianak, Kalimantan Barat yang bernam lengkap Syarif Abdul Hamid Al-Qadri.

Sultan Abdul Hamid II merupakan putra sulung Sultan Syarif Muhammad Al-Qadri. Di dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia-Arab.

Sultan Hamid II lahir di Pontianak pada 12 Juli 1913 dan meninggal 30 Maret 1978 di Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.

Syarif Abdul Hamid, panggilan kecilnya, menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA (sejenis Akademi Militer) di Breda, Belanda, hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda (KNIL = Koninklijk Nederland Indische Leger).

Dirinya menghirup udara bebas ketika Jepang menyerah kepada sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel.

Ketika ayahnya wafat akibat agresi Jepang pada 29 Oktober 1945, Syarif Abdul Hamid diangkat menjadi Sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II (sebelumnya telah didahului oleh Sultan Thaha sebagai pengganti sementara pada tahun 1944-1945).

Di awal era federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai Wakil Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) berdasarkan konstitusi RIS 1949 dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda.

Ia juga pernah memperoleh jabatan sebagai Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden. Ini pangkat tertinggi sebagai asisten Ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran.

Pada 17 Desember 1949, Sultan Hamid II diangkat oleh Soekarno ke Kabinet RIS, tetapi tanpa adanya portofolio. Kabinet ini dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Hatta dan termasuk 11 anggota berhaluan Republik dan lima anggota berhaluan Federal.

Pemerintahan Federal ini berumur singkat. Sebab, terdapat perbedaan pandangan antara golongan Unitaris dan Federalis serta berkembangnya dukungan rakyat untuk membentuk negara kesatuan.

Sultan Hamid II menjabat sebagai Menteri Negara Zonder Portofolio dan selama jabatan menteri negara itu pula dia ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang, dan merumuskan gambar lambang negara.

Pada 10 Januari 1950, dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Portofolio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan R.M. Ngabehi Poerbatjaraka sebagai anggota.

Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.

Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku Bung Hatta Menjawab, untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin.

Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.(pan).