Oleh : Jaya Suprana
Di tengah suasana PSBB, mahaguru berpikir lurus saya, Letjen TNI Purnawirawan Johannes Suryo Prabowo berbagi sebuah video kisah seorang perempuan paramedis China kembali ke apartemen di kampung halamannya setelah usai bertugas di Wuhan.
PENGHARGAAN
Di pintu gerbang apartemen, sang perawat harus melewati petugas sekuriti yang langsung memeriksa suhu badan sang perawat dengan pistol pengukur temperatur. Seusai men-check suhu badan, sang petugas sekuriti yang mengenakan seragam militer minta agar sang perempuan membuka ransel yang dibawa serta mengeluarkan seluruh isi ransel untuk diletakkan di meja petugas sekuriti apartemen. Ternyata isi ransel terdiri dari sikat gigi, pasta gigi, kosmetik dan sebuah kartu dan piagam penghargaan berwarna merah seperti buku kecil Mao. Setelah melihat kartu dan piagam penghargaan berwarna merah itu, sang satpam apartemen yang semula santai-santai saja terkejut lalu berdiri tegak untuk memberikan salut hormat militer kepada perempuan pemilik ransel. Ternyata kartu merah dan piagam penghargaan merupakan anugrah penghargaan dari pimpinan tertinggi Republik Rakyat China, Xi Jinping kepada sang perawat yang pernah bertugas di Wuhan sebagai Pahlawan Kesehatan Republik Rakyat China.
KESETIAKAWAN SOSIAL
Kiriman video dilengkapi Letjen TNI Purn. Suryo Prabowo dengan sebuah pertanyaan menggelitik “Luar biasa, di China yang katanya komunis itu, paramedis dihargai sebagai pahlawan. Sebaliknya di kita, paramedis malah ditolak ketika pulang ke rumah kosnya bahkan ketika meninggal pun pemakaman jenazahnya ditolak masyarakat kampung-halaman. Sepertinya ada yang salah dengan moral kita yang sudah kehilangan semangat kesetiakawan sosial. Sampai kapan?”. Sadar bahwa diri saya tidak berhak akibat tidak berwenang dan tidak kompeten, maka saya tidak berani menjawab pertanyaan pak Suryo Prabowo. Lebih baik, rumput bergoyang yang menjawab.
(Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan)