JAKARTA – Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto baru saja menandatangani kerja sama dengan Prancis untuk pembelian total 42 pesawat tempur Dassault Rafale generasi 4,5. Pembelian itu akan dilakukan secara bertahap, dengan langkah awal 6 pesawat yang didatangkan memperkuat alutsista TNI AU.
Merespons kebijakan itu, Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai jika pilihan Prabowo membeli pesawat pabrikan Prancis itu, adalah jawaban atas desakan evaluasi dan modernisasi alutsista milik TNI yang sebelumnya disuarakan berbagai pihak.
“Meski, kita tahu bahwa hal itu tidak mudah dilakukan di tengah keterbatasan anggaran dan kondisi pandemi yang tak kunjung reda. Dibutuhkan ruang fiskal yang memadai untuk menjawab harapan masyarakat agar TNI dapat segera menggunakan alutsista muda, berteknologi terkini dan mumpuni,” kata Fahmi, Jumat (11/2).
Walau, lanjut Fahmi, kebijakan itu sangat dilematis karena harus menggelontorkan anggaran yang tak sedikit. Namun kebutuhan pertahanan dan ancaman kedaulatan negara harus tetap menjadi prioritas, di samping pembangunan kesejahteraan.
“Perang, bagaimanapun harus selalu diposisikan mungkin hadir dan terjadi. Karena itu, pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan merupakan salah satu cara untuk memperkecil ancaman terjadinya perang,” terangnya.
Terlebih, Fahmi menyampaikan, Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan dan ancaman yang tidak kecil baik dari dalam maupun dari luar negeri terhadap kedaulatannya. Termasuk pola biaya anggaran belanja negara lain yang terus meningkat. (Dede).