Ilustrasi - mi instan dihidangkan. (net)

JAKARTA – Komisi IX DPR RI meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) segera mengecek dan melakukan uji sampling produk mi instan Indonesia yang ditarik dari peredaran di Taiwan.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengatakan uji sampling produk mi instan Indonesia yang ditarik otoritas Taiwan harus dilakukan di sini karena mi tersebut dinyatakan mengandung zat penyebab kanker (karsinogenik).

Kurniasih meminta BPOM segera melakukan mitigasi untuk menanggulangi persoalan ini, apalagi sebelumnya pernah terjadi otoritas Singapura dan Hongkong menarik produk mi instan asal Indonesia.

Baca Juga

“Untuk itulah BPOM agar memastikan produk tersebut apakah juga beredar di Indonesia atau hanya untuk produk ekspor semata,” kata Kurniasih dalam keterangan tertulis, Rabu (26/4/2023).

Anggota DPR RI Dapil DKI Jakarta II ini menyebut temuan otoritas Taiwan jadi alarm dan masukan berharga. “Segera cek produk yang sama apakah beredar juga di Indonesia?” kata Kurniasih lagi.

Lalu, jika  tidak beredar di Indonesia, BPOM tetap harus melakukan cek produk-produk yang sama mengingat  sudah dua kali terjadi kasus ini di luar negeri.

Kurniasih mengatakan, BPOM bisa melakukan uji sampling keamanan untuk memastikan  produk mi instan yang beredar di Indonesia aman dikonsumsi.

“Berikan rasa aman kepada konsumen, salah satunya dengan melakukan uji sampling secara berkala dan diumumkan hasilnya ke publik agar masyarakat merasa terlindungi  mengonsumsi produk obat dan makanan,” ucapnya.

Menurut politisi Fraksi PKS ini, meskipun standar keamanan pangan di masing-masing negara berbeda-beda, perlu dilakukan klarifikasi tentang hasil pengujian di Taiwan untuk menjadi masukan bagi BPOM.

Seperti diketahui, Codex Allimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi internasional di bawah World Health Organization (WHO)/Food and Agriculture Organization (FAO), belum mengatur mengenai EtO dan senyawa turunannya.

Hal ini  dinilai mengakibatkan terjadinya standar yang  beragam di berbagai negara. Kendati demikian, kejadian di satu negara dapat menjadi masukan untuk ditindaklanjuti agar rasa aman dalam mengonsumsi obat dan makanan di Indonesia bisa terjamin. (*)