JAKARTA – China Development Bank (CDB) meminta jaminan berupa APBN dalam memberikan pinjaman yang digunakan untuk membayar pembengkakan biaya pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan pun menolaknya.
“Kemarin, mereka (China) mau dari APBN, tetapi kita jelaskan kalau dari APBN itu prosedurnya jadi panjang, makanya mereka juga sedang pikir-pikir. Kami dorong melalui PT PII karena ini struktur yang baru dibuat pemerintah Indonesia sejak 2018,” ujar Luhut pada Senin (10/4).
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar mendukung langkah Luhut Binsar Panjaitan menolak permintaan China menjadikan APBN sebagai jaminan utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Menurut Muhaimin, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat, langkah tersebut merupakan langkah yang bagus karena merelakan APBN sebagai jaminan utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) berisiko terlalu besar.
“Saya kira bagus (langkah Luhut menolak permintaan China jadikan APBN sebagai penjamin utang KCJB). Risikonya terlalu besar kalau sampai APBN kita tersandera,” ujarnya.
Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) itu lalu mendesak Pemerintah lebih tegas dan memastikan proyek KCJB benar-benar bersifat business to business (B2B) sehingga seharusnya tidak membebani APBN sama sekali.
“Yang perlu dipastikan itu, proyek KCJB seharusnya B2B, saya kira cukuplah dana PMN disuntikkan. Jangan lagi bebani APBN lagi sebagai penjamin investasi,” ujar Muhaimin.
Dia menambahkan, jika APBN digunakan sebagai penjamin utang proyek KCJB, hal tersebut akan menyebabkan fiskal negara Indonesia terbebani hingga puluhan tahun untuk membayar beban utang proyek itu.
“Padahal, kita tahu masih banyak diperlukan investasi, proyek-proyek besar di daerah-daerah yang saat ini masih berjalan. Jadi pada intinya, hindari betul APBN kita jadi jaminan utang, jangan sampai tersandera,” ucap dia. (*)