Pinjaman online (pinjol) hingga dompet digital alias e-wallet akan dikenakan pajak mulai 1 Mei 2022. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah memutuskan untuk mengenakan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai(PPN) atas layanan transaksi pada perusahaan teknologi finansial atau fintech.
Ketentuan pajak transaksi keuangan di fintech yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang PPh dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial ini akan berlaku mulai tanggal 1 Mei 2022 mendatang. Beleid itu telah ditetapkan oleh Sri dan ditanda tangani pada 30 Maret 2022.
Melalui aturan tersebut, Sri mengatur pengenaan pajak untuk layanan pinjam meminjam (fintech peer-to-peer lending atau P2P lending) dan sejumlah jenis fintech lainnya, seperti jasa pembayaran (payment), penghimpunan modal (crowdfunding), pengelolaan investasi, penyediaan asuransi online, dan layanan pendukung keuangan digital.
Dalam layanan fintech P2P lending, pengenaan PPh berlaku terhadap pemberi pinjaman yang memperoleh penghasilan berupa bunga pinjaman atau imbal hasil berdasarkan prinsip syariah. Penghasilan itu wajib dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan.
Pemberi pinjaman dikenakan PPh Pasal 23 dengan tarif 15% dari jumlah bruto bunga jika dia merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Adapun, pemberi pinjaman dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif 20% dari jumlah bruto bunga jika pemberi pinjaman merupakan wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
“Penyelenggara layanan pinjam meminjam ditunjuk untuk melakukan pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Penyelenggara layanan pinjam meminjam sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan penyelenggara layanan pinjam meminjam yang telah memiliki izin dan/atau terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” tertulis dalam PMK 69/2022, dikutip pada Rabu (6/4/2022). (Red).