Gubernur Papua Lukas Enembe meresmikan empat bangunan milik pemerintah di halaman Kantor Gubernur Papua, Jayapura, Jumat (30/12/2022). (Antata/HO-Humas Pemprov Papua/pri)
JAKARTA – Polri menilai situasi di Papua secara umum kondusif saat penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe di Jayapura, Selasa.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menyebut informasi terakhir yang didapatkan pihaknya situasi secara umum sudah kondusif.
Lukas Enembe ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jayapura dan langsung diterbangkan ke Jakarta.
Dedi mengatakan Polri ikut mengawal proses penangkapan yang dilakukan oleh penyidik KPK.
“Polri berkomitmen untuk mem-backup KPK dalam setiap penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi,” tuturnya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Lukas Enembe bersama Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka (RL) sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua.
Tersangka Rijatono Lakka diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp1 miliar setelah terpilih menggerakkan tiga proyek infrastruktur di Pemprov Papua.
Ketiga proyek “multiyears” atau tahun jamak peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar, proyek “multiyears” rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar, dan proyek “multiyears” penataan lingkungan venue menembak “outdoor” AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
KPK juga menduga tersangka LE telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. Saat ini, KPK sedang mengembangkan lebih lanjut soal penerimaan gratifikasi itu.
Untuk kebutuhan penyidikan, tim penyidik telah menahan tersangka RL selama 20 hari pertama terhitung mulai 5 Januari 2023 sampai dengan 24 Januari 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Tersangka LE sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sementara tersangka RL sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (*)