Oleh:
Prof. Dr. Euis Amalia, M.Ag

Baca Juga

Covid 19 telah menyebar sangat cepat ke seluruh penjuru dunia dan telah menelan ribuan nyawa lebih dari 190 negara, mulai dari Cina daratan sampai ke belahan Eropa, lalu Amerika, termasuk Indonesia.

Oleh karenanya, WHO mengumumkan Covid 19 sebagai wabah pandemic. Negara-negara baik negara maju maupun negara berkembang, siap-tidak siap dibuat kerepotan untuk mencegah dan menanggulangi virus baru yang belum ada obatnya ini melalui berbagai kebijakan sesuai situasi, kondisi, dan budayanya masing-masing.

Data Indonesia per 17 April 2020 menunjukkan 5.923 kasus terdampak virus ini, meninggal 520 orang dan sembuh 607 orang. Kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah saat ini adalah social distancing atau physical distancing, working from home, dan terakhir adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dengan kebijakan ini semua warga diminta melakukan aktifitasnya dari rumah, belajar di rumah, bekerja dari rumah dan beribadah di rumah. Bicara tentang rumah berarti bicara tentang wilayah domestik. Bicara tentang wilayah domestik erat kaitannya dengan kehidupan perempuan.

Terkait dengan kebijakan tersebut maka, perempuan yang pada kondisi biasa bertugas atau berperan di wilayah publik saat ini bukan hanya berperan di wilayah publik saja (meskipun raganya berada di rumah), tetapi sekaligus berperan di wilayah domestik secara bersamaan yaitu di rumah.

Kondisi ini menjadi fenomena menarik untuk dikaji kembali tentang perjuangan perempuan dalam realitas sejarah, posisinya dalam literatur Islam dan makna perjuangan perempuan dan relasi seimbangnya untuk memperkuat ketahanan keluarga dalam menghadapi Covid 19 ini. Ketahanan keluarga ini menjadi sangat penting dan merupakan fondasasi untuk ketahanan negara dan bangsa.

Realitas Perempuan dalam Kegiatan Publik Di tengah pandemic Covid-19, 21 April juga tercatat sebagai Hari Kartini. Apa yang bisa kita petik dari hari emansipasinya perempuan Indonesia ini dengan adanya bencana yang sedang berlangsung di negara ini? Mari kita telaah kembali tentang peran dan perjuangan perempuan Indonesia di berbagai bidang.

Selain Kartini, dalam sejarah Indonesia tercatat ada Ratu Shima (Kerajaan Kalingga, 648-674 M) yang berkuasa dengan adil, Keumala Hayati (Laksamana Perempuan Pertama di dunia, hidup pada abad XVI), Cut Nyak Dien (tokoh pejuang muslimah dari Aceh, 1848-1908 M), Dewi Sartika (tokoh perintis pendidikan kaum perempuan, 1884-1947) dan perempuan lain di Nusantara ini yang telah terlibat dan berperan aktif dalam proses perjuangan dan pembangunan bangsa.

Semangat dan daya juang yang dimiliki perempuan-perempuan tangguh ini bukan saja dalam upaya mempertahankan keluarganya di wilayah domestik tetapi juga membangun kesadaran terhadap kondisi sosial, ekonomi, politik dan juga fenomena ketidakadilan yang terjadi di sekitarnya. Tidak berlebihan kiranya kalau kaum perempuan Indonesia yang berjumlah lebih dari separuh penduduk ini diakui sebagai kekuatan bangsa dan negara dengan potensinya yang luar biasa.

Secara global meningkatnya peran perempuan dalam perekonomian dunia makin mendapat perhatian. Mingguan The Economist (April 2006), dalam artikelnya yang bertajuk “A Guide to Womenomics” berpendapat bahwa masa depan ekonomi dunia semakin berada dalam genggaman perempuan.

Dalam artikelnya di harian The Financial Times (02/10), Aude Zieseniss de Thuin, President Women’s Forum for the Economy and Society juga menandaskan bahwa selama 10 tahun terakhir perempuan merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi global, perekonomian yang banyak dipengaruhi oleh pikiran dan tindakan kaum perempuan makin terbukti atau yang disebut womenomics (Priantono, 2006: 23-24).

Saat ini sejumlah perempuan telah tampil berpengaruh dan berperan cukup besar di bidang ekonomi, meskipun fakta ini untuk Indonesia hanya sedikit saja mereka yang berada pada level status sosial tinggi, berada di jajaran pengambil keputusan dan juga yang bekerja formal dengan gaji yang memadai dan diperhitungkan dalam PDB. Mereka menjadi bagian dari sekitar 200-300 grup perusahaan besar dengan sekitar 58 persen menguasai asset nasional.

Sementara itu lebih dari 50 persen perempuan Indonesia belum berdaya bahkan termarjinalkan dalam proses pembangunan ekonomi. Kalaupun mereka terlibat umumnya hanyalah kelompok pedagang kecil dan pekerja sektor informal yang keseluruhannya hanya menguasai 8 sampai 10 persen asset nasional dan bahkan terkadang tidak dihitung pendapatannya sebagai PDB.

Peran perempuan yang cukup besar dalam ekonomi sektor informal itu seringkali belum diakui sebagai potensi perempuan karena ukuran perkembangan ekonomi menggunakan ukuran pertumbuhan, peningkatan produksi atau pendapatan nasional. Ketika semua kegiatan ekonomi difokuskan pada peningkatan penghasilan nasional, semua daya, tenaga, dan pikiran diarahkan pada tujuan tersebut.

Dalam aspek kehidupan ekonomi yang dianggap sebagai kebenaran adalah usaha yang bermodal besar dan menghasilkan keuntungan besar, karena usaha ini yang dapat menghimpun modal dari keuntungan yang terkumpul. Target pembangunan adalah penghasilan, produk yang nyata dapat dihitung sehingga jelas sifatnya yang materialistik.

Dengan adanya pandemi Covid-19 ini telah membuat pendapatan masyarakat menurun drastis yang berdampak pada menurunnya pendapat negara hingga 2,5%, daya beli masyarakat menurun di tengan kebutuhan konsumsi justru meningkat, sejumlah orang kehilangan pekerjaan dan penghasilan.

Sementara itu lebih dari separuh penduduk negeri ini adalah perempuan yang merupakan asset bernilai untuk memperkuat ketahanan keluarga. Untuk itu penting melibatkan kelompok ini untuk berperan aktif dimulai dari rumahnya dalam menghadapi situasi dan kondisi yang penuh ketidakpastian saat ini.

Konsep Islam tentang Kiprah Perempuan di Sektor Publik Islam memberikan kebebasan pada perempuan dan tidak membedakan laki-laki dan perempuan dalam kerangka kerja dan fungsi.

Dalam al Qur’an diantaranya ditegaskan: “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. An Nahl: 97) Ayat ini menunjukkan bahwa Islam memiliki semangat terhadap kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Sebagai contoh adalah kedudukan perempuan yang dalam tradisi masyarakat Arab waktu itu tidak berhak atas warisan kemudian Islam memperbaruinya dalam hal memberikan ketentuan tentang bagian warisan bagi kaum perempuan.

Dalam ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah tidak membeda-bedakan orang-orang yang beriman dan beramal saleh baik laki-laki atau perempuan kelak pasti ia akan mendapat pahala atau balasan yang sama dan lebih dari apa yang mereka kerjakan. Adapun orang orang yang berpaling dari mengingat Allah, sehingga dia tidak beriman dan tidak mengerjakan amal saleh maka dia senantiasa berada dalam kesusahan.

Rasulullah saw. dalam sejarah Islam adalah orang yang memberikan posisi yang tinggi dan bermartabat pada perempuan. Dalam sejarah Islam patut dicatat beberapa nama shahabiyat yang telah terlibat cukup intens dan berpengaruh besar di sektor publik. Di bidang ekonomi, Khadijah binti Khuwaylid, seorang perempuan yang berakhlak, terhormat dan berada dalam kehidupan yang dianugerahi kekayaan dan kewibawaan (Ghadanfar, 2001: 23). Beliau seorang pengusaha besar dan sukses memimpin banyak karyawan laki-laki yang membawa barang-barangnya untuk diekspor ke wilayah Syiria, Syam dan lain-lain. Mekah saat itu adalah kota yang sangat strategis dan menjadi pusat perdagangan internasional. Nabi Muhammad saw. sebelum menjadi suami beliau telah terpilih sebagai orang yang sangat dipercaya (al Amin) untuk bermitra dengannya melalui sistem bagi hasil (syirkah).

Selain itu disebut juga dalam Musnad Ahmad beberapa nama perempuan yang aktif bekerja antara lain: pada bidang pertanian di Madinah ada Asma’ dari kelompok Anshar, Shifa’ binti Abdullah berkiprah dalam hal seni kaligrafi, Aisyah dan Ummu Salamah yang sangat baik hafalannya dan pemahamannya dalam periwayatan hadis dan pengajaran al Qur’an, Khawalah, Maleekah, Thaqafiyah binti Fakhriyyah berbisnis parfum (‘Itar), Saudah berkerja dalam bidang industri (Ghadanfar, 2001: 15-16). Pada masa penyebaran Islam di Madinah, Nusaybah juga dikenal sebagai Umm ‘Ammara adalah perempuan dari bani Najjar, dia adalah salah satu tokoh wanita pertama dari Madinah yang memeluk Islam di tengah kaum muslimin laki-laki lainnya yang berjumlah 74 orang. Selanjutnya Zainab binti Ali, tokoh pejuang perempuan Islam yang mempunyai keberanian, kesabaran dan kebijaksanaan. Beliau ikut terlibat dalam perang. Pada masa itu jarang sekali ada wanita yang punya ilmu pengetahuan; Malika al-Hurra Arwa al-Sulayhi binti Ahmad, Ratu Islam di kerajaan Yaman; Shajar al-Durr, seorang ratu Islam yang mampu memimpin dan memiliki pengetahuan yang luas. Para perempuan terbukti sepanjang sejarah telah berkiprah dan bekerja di berbagai bidang untuk memberikan kontribusi dalam membangun peradaban dan pertumbuhan negara.

Merujuk dasar agama berupa ayat dan hadis-hadis, tidak ada tempat dalam Islam sikap eksploitasi atau diskriminasi terhadap perempuan apapun alasannya. Seperti dikatakan oleh Abdullah Ahmad An Na’im dalam bukunya Toward an Islamic Reformation (1994: 339), bahwa segala bentuk dikriminasi atas nama gender ataupun yang lainnya selain bertentangan dengan tujuan (maqashid syar’iyyah) berupa keadilan yang bersifat universal juga bertentangan dengan hak-hak asasi manusia itu sendiri.

Demikian pula jika dikaitkan dengan UUD 1945 dan ratifikasi Konvensi Internasional tentang Eliminasi Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan tahun 1979, maka secara moral dan politis tidak dibenarkan adanya sikap diskriminasi termasuk terhadap perempuan dengan alasan gender. Sejumlah literatur Islam tersebut jelas perempuan berada pada posisi strategis untuk turut terlibat di arena publik. Bahkan, tidak ada larangan bagi perempuan untuk berkarir terlebih dalam situasi sulit dimana tanggung jawab mencari nafkah menjadi kewajiban bersama antara suami dan isteri.

Peran Perempuan dalam Menghadapi Wabah Covid 19 untuk Ketahanan Keluarga Pandemik Covid 19 telah berdampak luas. Dalam skala makro penerimaan negara diproyeksi bakal turun drastis akibat banyak kegiatan ekonomi berbagai sektor terhenti. Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan, proyeksi perekonomian kita hanya tumbuh sekitar 2,3% hingga akhir tahun 2020, bahkan mungkin bisa kurang dari itu. Penerimaan negara hanya mencapai Rp. 1.760,9 triliun atau 78,9% dari target APBN 2020 yang sebesar Rp. 2.233,2 triliun. Ada realokasi anggaran dan kebijakan refocusing kegiatan realokasi anggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan Covid 19 ini.

Melalui Perpres Nomor 54 Tahun 2020 yang mengatur tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID 19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Realokasi anggaran pemerintah ini terutama untuk pengadaan alat dan fasilitas untuk tes kesehatan Covid 19 masal secara gratis, penambahan alat perlindungan diri bagi tenaga kesehatan, penambahan fasilitas rumah sakit, pengobatan pasien virus corona gratis dan upaya-upya menangkal penyebaran virus corona. Terkait dampak ekonomi, pemerintah memprioritaskan pada penguatan daya beli masyarakat, pemberian insentif bagi tenaga medis, UKM dan kelompok masyarakat yang rentan terdampak. Pemerintah secara jor-joran juga menggelontorkan insentif kepada dunia usaha serta bantuan sosial untuk meredam dampak virus corona.

Dampak yang dirasakan langsung oleh masyarakat dengan adanya kebijakan pemerintah berupa working from home, social atau physical distancing, dan PSBB adalah: 1) kondisi psikologis keluarga terutama anak-anak dalam menghadapi kegiatan di rumah dan pembelajaran jarak jauh, beban tugas kuliah atau sekolah, harap-harap cemas terhadap ketidakpastian kegiatan sekolah dapat berjalan normal kembali terutama mereka yang sedang menghadapi kelas akhir di tingkat SD, SMP maupun SMA. Meskipun UN sudah ditiadakan tetapi mereka berharap untuk dapat diterima segera di sekolah atau universitas yang menjadi impian mereka; 2) adaptasi kegiatan selama waktu yang panjang sebelum masa wabah berakhir untuk tetap produktif, menghindari suasana monoton dan kejenuhan yang dihadapi oleh semua anggota keluarga; 3) kondisi ekonomi keluarga akibat berkurangnya pendapatan dan bahkan untuk sebagian orang harus kehilangan penghasilannya terutama di sektor swasta, wirausaha, dan pekerja harian karena kegiatan transaksi bisnis menurun drastis bahkan tidak sedikit yang terpaksa dihentikan untuk waktu yang tidak menentu; 4) daya beli masyarakat menurun akibat pendapatan menurun sementara kebutuhan konsumsi yang terus meningkat selama penuh di rumah; 5) peningkatan kebutuhan konsumsi menjelang Ramadhan dan Idul Fitri berhadapan dengan keterbatas supply dan pendapatan akan semakin dirasakan oleh masyarakat; 6) kebutuhan listrik dan akses kuota internet semakin meningkat bahkan telah menjadi kebutuhan pokok karena semua pekerjaan, meeting, pembelajaran anak-anak, pembelian maupun penjualan dilakukan secara daring dari rumah. Keterbatasan listrik dan akses internet tidak bisa dihindari karena masyarakat belum bisa dilayani secara optimal dan merata membuat banyak kegiatan bekerja dan belajar dari rumah juga tidak bisa optimal. Tentu masih banyak lagi masalah-masalah lain yang menjadi beban mayarakat saat ini.

Perempuan yang lebih banyak bekerja di sektor informal maupun sebagai ibu rumah tangga adalah orang yang paling merasakan hal ini dan paling rentan terdampak terutama dari sisi menurunnya keuangan atau pendapatan keluarga. Di sisi lain perempuan juga ditantang untuk mampu menjadi garda terdepan dalam menjaga ketahanan keluarga dalam menghadapi Covid 19 ini.

Dalam situasi dan kondisi yang tidak normal ini perempuan kembali berada pada tingkat kesadaran tertingginya untuk selalu berjuang menyelamatkan keluarga dan bangsanya. Perjuangan saat ini berbeda dari sebelumnya dimana andil dan peran perempuan diharapkan mampu menciptakan suasana rumah yang nyaman, tenang, dan membangkitkan optimisme bagi seluruh anggota keluarganya. Perempuan saat ini ditantang untuk dapat menjalankan fungsi domestik dan publiknya sekaligus hanya dari rumah.

Dengan membuat keluarga tetap bahagia dan nyaman stay at home berarti juga membantu pemerintah dan kerja paramedis untuk memutus penyebaran virus dan mempercepat penanganannya sehingga kondisi bisa segera pulih dan berjalan normal. Di sini perempuan dituntut untuk mampu menjaga ketahanan ekonomi keluarga, ketahanan pangan, menjaga kondisi psikologis semua anggota keluarga dalam hal ini dirinya, suami dan anak-anak.

Berikut adalah peran penting perempuan yang dapat dilakukan untuk menghadapi situasi dan kondisi akibat terdampak Covid 19 antara lain: 1) mengatur keuangan keluarga untuk fokus pada kebutuhan yang paling prioritas dan urgen terutama untuk kesehatan dan keselamatan jasmani dan rohani; 2) membuat jadwal working from home supaya lebih terorganisir waktu mulai dan selesai bekerja, waktu istirahat, dan seterusnya; 3) mengalokasikan waktu untuk keluarga (suami, anak-anak, dll) dengan kegiatan yang positif misalnya bersih-bersih rumah, memasak bersama, membaca bersama, membuat kerajinan tangan, olah raga, dll; 4) menemani, mendampingi dan menyertai anak-anak belajar, mengerjakan tugas-tugas kampus dan sekolah, mengajak keluarga untuk mengaji dan shalat berjamaah; 5) memantau meminimalisir penggunaan HP dan gadget dengan membuat jadwal pengaturan HP/gadget diganti dengan kegiatan bersama keluarga setelah tugas dan aktifitas wajib telah dilakukan; 6) menerapkan protokol kesehatan secara ketat di rumah sebagaimana yang disarankan paramedis untuk menjaga jarak saat menerima tamu yang datang termasuk saat menerima paket pos maupun paket online, menggunakan masker jika ada keperluan penting di luar rumah, penggunaan sanitizer, cuci tangan dan penggunaan disinfektan untuk kebersihan lingkungan rumah, meminimalisir penggunaan AC dan akses matahari pagi; 7) berusaha tidak gagap teknologi dan mampu memproduktifkan teknologi informasi di samping pemanfaatan sosial media untuk bisa akses informasi terkini (up to date) dan untuk menyelesaikan tugas-tugas kantor, memesan kebutuhan pokok dan juga untuk tetap bisa berproduksi atau berbisnis dari rumah seperti memproduksi masker kain, handsanitizer, kemasan makanan yang bisa dijual secara daring sehingga tetap bisa memperoleh pendapatan tanpa harus keluar rumah; 8) perempuan juga dapat berinisiasi untuk menghimpun donasi melalui jaringan organisasi maupun komunitasnya dalam rangka membangun solidaritas dan gotong-royong untuk membantu sesama dalam upaya pencegahan Covid 19. Aksi donasi untuk sembako bagi masyarakat tidak mampu, pekerja harian dan mereka yang membutuhkan. Donasi juga bisa diberikan kepada para mahasiswa yang membutuhkan makan, gizi dan kuota internat agar dapat bertahan di perantauan dan tidak mudik.

Kita tidak bisa hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah karena selain keterbatasan anggaran, yang lebih penting adalah untuk merawat dan mengembangkan akar budaya masyarakat Indonesia yaitu semangat gotong-royong, kemandirian, dan kekeluargaan dalam mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan masayrakat; 9) bersama suami dan anak-anak, perempuan harus mampu untuk tetap menyemarakkan kegiatan Ramadhan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor 6 Tahun 2020 tentang Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri di Tengah Pandemi Wabah Covid 19.

Keluarga bisa tetap melakukan shalat jamaah, tarawih, tadarus, sahur dan buka puasa bersama di rumah, juga membantu menyediakan buka puasa untuk yang membutuhkan; 10) perempuan dapat berinisiatif pengumpulan zakat dan wakaf untuk disalurkan secara online kepada lembaga resmi yang mendapatkan izin dari pemerintah sebagai organisasi pengumpul zakat; 11) hal lain juga yang dapat dilakukan perempuan adalah memproduksi karya baik berupa kerajinan tangan maupun dalam bentuk karya tulis di sela-sela upaya menjaga kondisi yang stabil dan kondusif di rumah.

Kemampuan perempuan untuk meyakinkan seluruh anggota keluarga agar mematuhi kebijakan pemerintah dan mengikuti apa yang disarankan oleh pakar kesehatan adalah perjuangan yang sesungguhnya untuk dapat memenangkan perang dalam menghadapi Covid 19 ini. Variasi kegiatan yang diciptakan melalui kebersamaan keluarga dapat menjamin kondisi psikologis keluarga agar tetap stabil, berkurangnya kepanikan dan stress anggota keluarga.

Perempuan dengan kreatifitasnya dapat melakukan berbagai kegiatan yang sangat mendukung ketahanan keluarga dari sisi pemenuhan kebutuhan pangan, kebutuhan ruhani, ketenangan psikologis, ketahanan ekonomi dan partisipasinya dalam kegiatan sosial keagamaan yang semuanya dapat dilakukan dari rumahnya. Kemandirian, komitmen, integritas, dan kesungguhan perempuan dalam membangkitkan spirit di rumah adalah modal dasar untuk bisa melakukan berbagai kegiatan produktif.

Dengan cara tersebut perempuan sekaligus dapat memberikan inspirasi positif terhadap lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Konsep membangun peradaban memaksa setiap orang termasuk perempuan untuk berperan aktif dalam aksi-aksi kemanusiaan dan kemampuan makna religiusitas yang tinggi memberikan kesadaran terhadap makna perjuangan yang dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemashlahatan.

Selamat hari Kartini, tetap stay at home dan semangat berjuang para perempuan Indonesia, semoga kita dan keluarga serta bangsa sehat selalu dan selamat dari wabah ini.
Ciputat, 20 April 2020.

Penulis Adalah
Guru Besar Ekonomi Islam dan Ketua Program Studi Doktor (S3) Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta