Kota Tangerang – Jumlah penduduk miskin di Kota Tangerang mencapai 134,24 ribu jiwa. Jumlah itu naik dari sebelumnya, 118,22 ribu jiwa. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang mencatat jumlah penduduk miskin di Kota Tangerang pada 2022. Hal itu membuat DPRD Kota Tangerang mendesak pihak eksekutif segera menggencarkan program pemberdayaan ekonomi kemasyarakatan.
“Dilihat dari sisi kemanusiaan, sisi ekonomi kita sangat perihatin ada peningkatan yang luar biasa. Tentunya ini kan sudah nyata dan sudah ada, maka harus ada upaya tanggung jawab dari Pemkot (Pemerintah Kota) Tangerang,” ujar Ketua Komisi II DPRD Kota Tangerang, Saeroji, Jumat, 4 Maret 2022.
Menurut Saeroji, pihak eksekutif harus segera mendorong agar pemberdayaan ekonomi masyarakat tepat sasaran. Pihaknya pun akan mendukung program tersebut dari penganggaran 2023.
“Karena ini kan program nasional juga. Yang didahulukan adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat, terutama meminimalisasi angka kemiskinan. Di Anggaran 2023, kita minta eksekutif (Pemkot) untuk membuat program pemberdayaan ekonomi masyarakat yang tepat sasaran, ini harus dikaji,” jelasnya.
Saeroji menjelaskan program pemberdayaan ekonomi bukan hanya bantuan langsung tunai (BLT) semata, melainkan program lainnya yang telah digencarkan Pemkot Tangerang. Pemkot Tangerang memiliki sejumlah program dalam upaya pengentasan kemiskinan yang harus dimaksimalkan.
“Pemberdayaan itu harus tepat sesuai kebutuhan. Kan ada program pemberdayaan ekonomi kreatif, UMKM, bantuan usaha, Tangerang Emas. Mentang-mentang sudah menganggarkan tapi tidak tepat sasaran, sama saja. Itu semua harus dikaji,” katanya.
Saeroji menilai program-program tersebut belum berjalan maksimal. Sebab, lanjutnya, angka kemiskinan semakin meningkat.
“Sebenarnya kalau dilihat itu kurang koordinasi maksimal antar OPD (organisasi perangkat daerah). Contohnya, Disnaker memberikan pelatihan sesuai dengan daerah tertentu yang dibutuhkan. Seharusnya kan mereka tidak selesai sampai di sana saja,” jelasnya.
Saeroji menuturkan banyak masyarakat miskin belum bisa mengakses program pelatihan dan pemberdayaan ekonomi. Selain itu, pemantauan terhadap implementasi program juga lemah. (Advetorial).