Oleh : Ikhsan Ahmad

Menanggapi pernyataan Sekda Banten bahwa dana pijaman dari PT. SMI tahap pertama sebesar Rp 856 Milyar lebih (dari total pinjaman Rp. 4, 1 triliun) menyentuh masyarakat adalah menenangkan sekaligus menyesatkan .

Baca Juga

Dalam pernyataannya tersebut Sekda Banten memberikan gambaran dan skema penggunaan dana seolah-olah dapat melakukan percepatan dalam membangkitkan ekonomi masyarakat, apa iya?.

Salah satunya statement sekda banten yang menyatakan: “infrastruktur jalan dan jembatan, misalnya di Ciberang yang rusak sehingga ekonomi tidak bergerak. Kan kalau ini (pinjaman) digunakan untuk membangun itu juga akan membangkitkan ekonomi masyarakat”. Pernyataan ini kalau kita perhatikan seolah olah dana pinjaman tersebut memang diperuntukan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Namun patut kita ketahui, bahwa jembatan Ciberang rusak dikarenakan terjadinya bencana alam banjir bandang, sebelum pandemi covid-19 ada di indonesia. Logisnya adalah perbaikan jembatan rusak tersebut harusnya masuk kedalam dana APBD Murni Provinsi Banten.

Selanjutnya masuknya anggaran pembangunan Sport Center kedalam program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) yang akan dilakukan oleh Provinsi Banten, ini pun tidak mendasar, perlu diketahui bahwa pembangunan sport center sudah beberapa kali melakukan proses lelang sejak awal tahun 2020, dan beberapa kali gagal lelang. Artinya sejak mulai di lelang seharusnya tidak masuk kedalam PEN. Karena posisi lelang sebelum pandemi covid-19.

Pernyataan Sekda Banten lainnya bahwa skema peminjaman dana tersebut adalah untuk infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan lainnya. Pernyataan tersebut benar sesuai data. Namun dari data tersebut apabila kita telusuri lebih dalam lagi seperti infrastruktur, dana pinjaman tersebut digunakan untuk pelaksanaan yang sudah dilelangkan. Dan penetapan pemenang lelang di posisi sebelum terjadinya covid-19. Dan atau hampir seluruhnya awal lelang sebelum terjadinya covid-19. Artinya ini sudah teranggarkan di APBD murni 2020.

Pernyataan Sekda Banten lainnya adalah “ada banyak skema, pusat ada tujuh skema dan Daerah ada dua skema, sehingga ada sembilan skema untuk pemulihan ekonomi. Dan agenda itu tentunya dimasukan untuk bersentuhan langsung ke masyarakat”, Sekda Banten tidak merinci dua skema yang dilakukan daerah apa saja?. Atau Provinsi Banten melakukan skema apa terhadap pemulihan ekonomi..? Sehingga ini menjadi pertanyaan besar, jangan-jangan Provinsi Banten tidak memiliki skema.

Sehingga sangat ambyaaarr sekali pernyataan sekda Banten tersebut. Membuat benang merah pemulihan ekonomi tanpa melihat realita.

Sekda Banten, janganlah membodohi masyarakat dengan retorika. Dan sepertinya Sekda Banten kurang memahami PEN itu apa. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2020 pasal 1 ayat (1), Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.

Sehingga pinjaman Rp 856 milyar lebih tersebut seolah-olah benar memasukan dana pinjaman kedalam program PEN, yang padahal ternyata untuk membiayai anggaran yang memang pemprov banten tidak mampu membayarnya (anggaran murni) kecuali dari pinjaman tersebut. Artinya, bahwa dana pinjaman Rp 856 Milyar digunakan karena Provinsi Banten tidak mampu membayar pekerjaan-pekerjaan yang sudah di lelangkan. Atau katakan saja bahwa Provinsi Banten sedang bangkrut sementara. Kan itu lebih elok dan lebih logis. Jelas terlihat ketidakmampuan Pemprov Banten sehingga harus pinjam. Indikatornya dapat dilihat dari JPS yang disalurkan tahap 1 baru selesai di akhir agustus kemarin.

Dari hal tersebut ada yang harus dipertanyakan, sisa anggaran refocusing kemarin dikemakanan saja skemanya.