Ilustrasi – shalat tarawih berjamaah di masjid. (Ist)
JAKARTA – Dai muda asal Surakarta Gus Maulana Miftakhur Ridlo Al Arief mengatakan, Shalat Tarawih lebih baik dilakukan secara tumakninah (berhenti sejenak atau tenang), karena sesuai dengan namanya, Shalat Tarawih artinya shalat yang tenang, seperti disiarkan Antara.
“Tumakninah, contohnya dalam rukun kauli (kewajiban yang harus dilakukan secara ucapan) seperti takbiratulihram yang bersamaan dengan niat, Al Fatihah dengan menjaga makhraj, tartil, tasydid, dan tajwidnya (ketepatan, kecepatan, penekanan, dan hukum bacaannya). Jika sampai mengubah makna ini bisa bahaya,” kata Maulana menanggapi Antara melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Selasa.
Terkait Shalat Tarawih gerakan cepat yang ada dibeberapa daerah, Maulana tidak mengatakan bahwa Shalat Tarawih itu salah.
“Saya sendiri belum pernah shalat secepat itu, akan tetapi kami sebagai manusia hanya bisa melihat secara yang tampak. Bisa kita tanyakan dulu dalam hal fikih shalat. Soal diterima atau tidak itu hak prerogatif (hak istimewa tanpa bisa digugat) Allah untuk menerima atau sebaliknya,” katanya.
Menurutnya, shalat cepat juga tidak apa-apa selama masih memperhatikan rukun dan syaratnya karena tingkat kekhusyukan dan aktivitas setiap individu berbeda-beda.
Maulana menambahkan, para ulama memakruhkan membaca Alquran secara cepat dan tidak tartil, sedangkan membaca Alquran dengan tartil merupakan perintah Allah yang ada pada Alquran.
“Membaca satu surat dengan tartil lebih baik daripada membaca seluruh Alquran tanpa tartil,” tambahnya.
Ia juga menyarankan untuk menghadirkan hati ketika duduk tasyahud akhir karena mencerminkan Nabi Muhammad saw. ketika bertemu Allah Swt. dalam peristiwa Isra Mikraj. (*)