NEWS – Tudingan adanya monopoli bisnis di lembaga pemasyarakatan (lapas) dinilai harus didasari dengan bukti yang kuat. Terutama, pembuktian ada konsentrasi pasar yang tinggi (penguasaan pasar), tingginya hambatan masuk pasar, hingga homogenitas produk/layanan yang menunjukan apakah struktur pasar memungkinkan untuk pembentukan suatu kartel atau tidak.
Hal ini disampaikan Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino merespons pernyataan aktor Tio Pakusadewo soal adanya bisnis yang monopoli dalam penjara melalui potongan video. pernyataan Tio tersebut ditimpali akun Twitter @PartaiSocmed yang menegaskan perusahaan yang dimaksud adalah Jeera Foundation.
“Sebuah usaha atau bisnis bisa disebut monopoli ada syaratnya, harus disertai pembuktian baik secara structural evidence (bukti struktural) maupun conduct evidence (bukti perilaku). Jadi tidak bisa asal nuduh,” kata Arjuna, Jakarta, Jumat, 5 Mei 2023.
Arjuna mengatakan banyak yayasan yang sudah lama menggeluti bisnis di wilayah lapas, seperti katering, koperasi, dan pelatihan. Sehingga, Jeera tidak bisa disebut melakukan monopoli.
“Sudah banyak bisnis yang bergerak di Lapas, mulai dari katering, koperasi hingga pelatihan. Artinya pasarnya heterogen tidak bisa disebut monopoli. Kecuali hanya ada satu perusahaan beserta afiliasinya yang menghegemoni pasar tersebut. Ini heterogen. Tuduhan monopoli tendensius dan berbau politik,” ujar Arjuna.
Arjuna mengingatkan masyarakat agar tidak mudah termakan hoaks dan tuduhan yang bersifat personal. Tanpa berdasarkan bukti yang jelas, isu tersebut berpotensi mendeskriditkan seseorang. Apalagi, menurut Arjuna, Indonesia sedang memasuki tahun politik, kabar hoaks seringkali digunakan untuk menjatuhkan lawan politik.
“Kalau tuduhannya monopoli silakan dibuktikan. Kan ada syaratnya. Misalnya menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar. Jangan kita bermain hoaks, bikin fitnah. Masyarakat harus jeli di tahun politik ini. Harus memverifikasi kebenaran kabar di media sosial,” ujar Arjuna.
Sebelumnya, pimpinan Jeera Foundation Raden Gusti angkat bicara terkait isu yang bereda terkait monopoli bisnis di dalam penjara yang melibatkan anak menteri. “Tidak ada monopoli bisnis yang dilakukan,” kata Raden.
Dia menjelaskan tujuan awal Yayasan Jeera dibentuk adalah membina para narapidana supaya bisa mengembangkan diri, skill, jati diri, dan kemampuan setelah mereka bebas.
“Saat itu Yamitema (anak Menteri Hukum dan HAM, Yamitema Laoly) diundang organisasi kepemudaan yang bicara soal rencana melakukan pembinaan warga binaan, beliau merasa tergerak dengan semangat napi yang ingin hidup lebih baik setelah keluar nanti, tapi mereka tak punya skill sehingga bersepakat membentuk Yayasan Jeera,” ujar Raden.
Pimpinan Jeera Foundation ini mengatakan sejak dibentuk pada 2016, ada sekitar 500 warga binaan yang diberikan pelatihan di bidang keterampilan tas kulit, barista kopi, seni musik, barber, seni lukis, sampai membuat roti. JEERA juga membina kerja sama dengan UNODC dan Parsons School of Design New York untuk mengembangkan desain kerajinan kulit bagi para napi.