Oleh : Jaya Suprana

Di tengah pembahasan mengenai penyelenggaraan Taraweh pada masa pageblug virus Corona, sahabat saya yang aktif mengabdikan diri sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Ummul Qura (PPUQ) Pondok Cabe, Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur’an (PTIQ) Jakarta serta Ketua Umum Padepokan Dakwah Sunan Kalijaga (PADASUKA), KHR Syarif Rahmat RA berbaik hati untuk berbagi sebuah saran yang atas ijin beliau kini saya copas sebagai berikut :

Baca Juga
TARAWEH BERJAMAAH

Kalau aku sebagai bukan Ulama boleh berpendapat, sesungguhnya Taraweh Berjamaah bisa dilakukan menggunakan zoom dengan syarat posisi Imam ada di wilayah yang lebih depan dan yang terlihat dari Imam adalah punggungnya. Perkembangan teknologi tidak harus menghilangkan ibadah, hanya syakalnya saja yang berubah. Rasulullah SAW hanya satu kali menghadap Allah ke Sidratil Muntaha ketika perjalanan Isra-Mi’raj. Tetapi selebihnya beliau demikian juga Ummatnya menggunakan “Sambungan Langsung Jarak Jauh” dengan Shalat 5 waktu. Itu sebabnya dikatakan “Shalat itu Mi’rajnya Orang-Orang Beriman”.
BERJAMAAH

KHR Syarif Rahmat RA lanjut menyampaikan pendapat bahwa berjamaah artinya bersama-sama. Shalat berjamaah artinya Shalat bersama sama dipimpin seorang Imam. Para Ulama berbeda pendapat dalam banyak hal sekitar Shalat berjamaah ini. Di antara yang diperselisihkan adalah bersambungnya shaf (barisan) makmum dengan Imamnya. Sebagian besar Ulama berpendapat bahwa Shalat berjamaah dianggap sah manakala terdapat sambungan antara jamaah dengan Imamnya baik langsung atau melalui Jamaah di depannya. atau bersambung dengan jamaah di depannya yang memiliki sambungan dengan imamnya. Tetapi ada pula pendapat yang membolehkan seseorang berjamaah meski tidak bersambung, misalnya terhalang oleh dinding. Nampaknya Shalat seperti ini yang terjadi di Masjid al Haram dan Masjid al Nabawi selama ini. Bahkan mereka yang menunaikan Shalatnya di hotel-hotel dan di jalanan — yang jelas jelas tidak bersambung dan tidak melihat jamaah depannya — masih dianggap berjamaah. Sepanjang pengetahuan KHR Syarif Rahmat RA tidak ada fatwa yang menyatakan tidak sahnya Shalat berjamaah seperti itu. Kemudian KHR Syarif Rahmat RA dengan tetap rendah hati menutup sumbangsih pendapatnya dengan ucapan Wallahu A’lam.
(Jaya Suprana adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan).