BANDUNG – Beberapa waktu lalu tersebar video yang menunjukan Ketua Umum PB HMI yang sedang menyampaikan pidato dihadapan sebuah forum.
Dari video tersebut menunjukan bahwa pidato Ketua PB HMI ini disampaikan dalam perayaan dies Natalis HMI ke-74 di Mesjid Sunda Kelapa.
Dalam pidatonya itu Ketua PB HMI menyampaikan pendapatnya mengenai radikalisme yang menurutnya adalah propaganda yang dimainkan oleh kelompok berideologi kiri untuk menyudutkan kelompok Islam.
“Tema radikalisme menjadi salah satu alat propaganda yang paling menguntungkan dan efektif bagi sedikit kelompok yang berhaluan ideologi kiri untuk menyudutkan kelompok Islam,” ungkap Ketua PB HMI dalam video yang diunggah dalam kanal Youtube SS Indonesia.
Selanjutnya dalam pidato itu ia juga menyebut ormas Islam tidak mampu merajut persaudaraan Islam yang terputus, atas situasi yang ia maksudkan ormas islam justru malah terdiam membisu.
“Ormas-ormas Islam tak hanya tidak mampu merajut kembali keterputusan tali persaudaran Islam hari ini, mereka justru secara terang terangan menunjukan kebisuan dan tegak berdiri dibaris kekuasaan,” paparnya.
Menanggapi pernyataan dalam pidato yang disampaikan itu, Wakil Ketua PMII Kota Bandung Acep Jamaludin menilai pernyataan tidak mendasar itu keliru dan sangat membahayakan.
Menurut Acep, pertama soal radikalisme yang dinyatakan sebagai propaganda ini bila dicermati lebih lanjut tersirat bahwa ia menganggap hanyalah sebuah ‘permainan’ kelompok tertentu.
Padahal kata Acep, radikalisme itu telah menunjukan bentuk sempurnanya dalam beberapa aksi terorisme yang belakangan ini terjadi di tanah air seperti bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar dan penyerangan terhadap Mabes Polri.
“Dengan jelas ia menafikan persoalan radikalisme karena mengaggap bahwa ini adalah sebuah permainan kelompok tertentu semata. Padahal paham radikalisme itu nyata dan rangkaian aksi teror beberapa waktu lalu bermula dari paham radikalisme itu tersendiri,” kata Acep Jamaludin di Bandung, Jum’at (02/04/2021)
Selanjutnya kata Acep disoal pernyataan mengenai ormas Islam yang diam dan tidak mampu menyambungkan tali persaudaraan, pernyataan ini jelas sangat tidak berdasar.
Menurut Acep selama ini ormas-ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah dan ormas Islam lainnya telah menunjukan keteladanan bagi umat Islam di Indonesia dengan sikap toleransinya sehingga dapat menerima perbedaan atas keragaman budaya yang ada.
Berkat silaturahmi yang dibangun ormas-ormas Islam Indonesia bersejarah ini justru mencipatakan keharmonisan dalam beragama, bahkan juga silaturami dibangun dengan pemeluk keyakinan lain.
“Tidak habis pikir seorang pimpinan organisasi kemahasiswaan yang identik dengan budaya intelektual tidak menunjukan sikap ilmiahnya dalam menilai suatu hal bahkan ia malah memungkirinya,” tandasnya. (*/red)