Oleh : Jaya Suprana

Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa di tengah suasana dirundung awan gelap akibat pageblug Covid-19, secara sepi ing pamrih rame ing gawe pada hari Kamis, 9 April 2020 telah terjadi suatu peristiwa kerakyatan sekaligus kemanusiaan mengharukan lubuk sanubari mereka yang masih mampu merasa terharu. Gerakan Warga Bantu Warga yang diprakarasi “Rumah Solidaritas Kemanusiaan Warga Jakarta” dengan modal dana nihil namun semangat kemanusiaan berlimpah, menyerahkan sumbangsih 4 gentong alias ember jumbo tempat cuci tangan dan 200 masker warga Kampung Sumur RT 07/ RW 10, Klender, Jakarta Timur.

HASIL BUMI

Baca Juga

Pada hari yang sama perwakilan Serikat Petani Pasundan bekerja sama dengan Konsorsium Pembaruan Agraria juga jauh-jauh datang ke Jakarta bukan untuk mencari nafkah namun demi memberikan sumbangsih bantuan hasil bumi kepada warga Kampung Sumur. Sumbangsih para petani Pasundan terdiri dari 50 paket buah-buahan, wortel, kol/kobis, kentang, labu siam ; 3 karung singkong premium; 3 karung pisang; 3 karung beras yang diterima dengan penuh rasa terima kasih oleh warga Kampung Sumur yang memang sedang sangat membutuhkan bahan pangan pada masa pageblug Covid-19.

KEMANUSIAAN

Mengharukan, warga tidak kaya harta benda membantu sesama warga tidak kaya harta benda di masa malapetaka wabah penyakit menular melumpuhkan kehidupan ekonomi bangsa Indonesia. Terutama yang paling menderita akibat pageblug Corona justru kaum papa dan miskin. Dalam nilai Rupiah yang lestari merosot, bisa saja segenap sumbangsih itu dianggap tidak berarti. Namun dalam nilai kemanusiaan, jelas bahwa segenap sumbangsih itu sangat berarti bagi pihak yang menerima. Bagi yang memberi juga berarti sebagai rasa bahagia telah memberi sumbangsih kemanusiaan bagi sesama manusia yang membutuhkan.

Saya tidak yakin bahwa para warga “Rumah Solidaritas Kemanusiaan Warga Jakarta” dan Serikat Petani Pasundan hafal Pancasila baik di dalam apalagi di luar kepala. Juga tidak ada di antara para beliau menepuk dada sendiri sambil sesumbar “Aku Pancasila!”. Namun secara NOTAO (No Talk, Action Only), para beliau nyata membuktikan diri mampu mengejawantahkan Pancasila menjadi kenyataan sikap dan perilaku sesuai makna adiluhur terkandung di dalam sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab!

(Penulis adalah pendiri Sanggar Pembalajaran Kemanusiaan)