Oleh : Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI
Suatu saat di penghujung milinium, saat masih kuliah dulu, saat penulis menempuh salah satu mata kuliah Teknik Kimia yang diampu Dekan Fakultas Teknologi Industri (FTI), Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Bapak Gunawan, sebelum menyampaikan kuliah, secara berkelakar bertanya kepada kami mahasiswa : Siapa orang paling pintar dan cerdas di dunia ini?
Beragam jawaban yang kami berikan saat itu sebagai mahasiswa Teknik Kimia. Beliau membenarkan semua jawaban. Namun menurut beliau yang paling pintar dan cerdas itu adalah : Penulis Lagu.
Hahahaha…. semua kami melongo… dan tentu saja saling pandang sesama mahasiswa…. dan senyuman mahasiswi saat itu begitu serasa mengoyak dada…. hahahaha….
Seakan mengerti suasana kebatinan kami mahasiswa Teknik Kimia, beliau melanjutkan pertanyaan : Mana yang lebih menyentuh hati dan perasaan kalian sepanjang hidup dengan pilihan kata dan kalimat yang paling efisien, hukum relatifitas Eistein atau lagu Stasiun Balapan karya Dedi Kempot?
Itulah perkenalan pertama penulis dengan nama Didi Kempot. Itulah yang menggerakan penulis mencari lagu Stasiun Balapan.
***
Awal 2017 penulis mendapatkan kiriman sebuah tulisan dari seorang teman yang diberi judul “Zona Waktu”. Teman tersebut bukanlah penulisnya, dia hanya copy paste saja.
Melihat nilai inspirasi tulisan tersebut, April 2017 penulis putuskan mengirimkan tulisan tersebut ke salah satu media dengan jujur mengatakan itu bukan karya penulis. Ternyata dinaikan.
Sedikit penulis kutipkan : Setiap orang berada dan berkarya sesuai “Zona Waktu” masing-masing. Seseorang bisa mencapai banyak hal dengan kecepatannya masing-masing. Maka berkaryalah sesuai “Zona Waktu” sendiri.
Pesan masuk ke handphone penulis. Pengirimnya adik bungsu penulis, Sisri Wahyuni, mahasiswi Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang (UNP), jurusan Bimbingan Konseling.
Isinya memberitahu penulis kalau “Zona Waktu” adalah karya yang ditulisnya beberapa waktu lalu dan diupload di medsos tanpa menuliskan namamya, disertai bukti yang menguatkan itu.
Subhanallah….
Saat menghadiri wisudanya, perbincangan “Zona Waktu” berlanjut dan sampai pada konsep pemodelan.
Bahwa untuk memahami seorang tokoh fenomenal dan luar biasa, cara paling baik adalah dengan memahami bagaimana perjalanan sang tokoh tersebut meniti “Zona Waktunya” menggapai puncak.
Setidaknya begitu yang penulis pahami.
***
Nama aslinya Dionisius Prasetyo, lebih dikenal dengan nama panggung Didi Kempot. Putra dari seniman tradisional terkenal, Ranto Edi Gudel, adik kandung pelawak senior Srimulat (alm) Mamiek Prakoso. Lahir 31 Desember 1966, mu’alaf pertengahan 1990an, dan wafat 5 Mei 2020.
Memulai “Zona Waktu” berkesenian dari trotoar-trotoar Jakarta pada usia bisa dibilang masih sangat muda, belasan tahun, awal 1980an, sebagai pengamen trotoar.
Trotoar itu juga yang mengispirasi nama panggung yang kemudian hari jauh lebih dikenal publik dibanding nama aslinya : Kelompok Penyanyi Trotoar disingkat Kempot, Didi Kempot.
Fokus pengamen seniman trotoar seorang Didi Kempot ternyata bukan hanya sekedar untuk mengumpulkan recehan dengan modal jreng jreng sekenanya. Bukan juga hanya sekedar menyanyikan lagu-lagu yang sedang hit dari penyanyi terkenal saat itu.
Didi Kempot punya fokus lain : Berkarya, menciptakan lagu sendiri, pencipta lagu, menapak tangga menjadi orang paling pintar dan cerdas (mengikuti pandangan dosen penulis diatas), menuju “Zona Waktu” sebagai legenda.
Jatuh, bangun, jatuh lagi, bangun lagi…. entah berapa puluh atau mungkin ratusan kali fase “Zona Waktu” trotoar ini dijalani oleh seorang Didi Kempot dalam berkarya dan berkesenian di trotoar-trotoar Jakarta.
Berkarya dan berkesenian sambil menyambung hidup menaklukan Ibu Kota yang katanya lebih kejam dari Ibu tiri, menjalani fase “Zona Waktu” keletihan phsikologis dan spritual pada semua tingkatannya, rendah, sedang, bahkan berat dan sangat berat.
Jika berhasil bertahan dalam fase “Zona Waktu” yang sarat dengan keletihan phsikologis dan spritual ini : merupakan suatu capaian yang luar biasa.
Jika dapat keluar dengan selamat, tanpa merusak diri, keluarga, dan lingkungan : merupakan capaian lebih luar biasa lagi.
Jika tidak saja dapat keluar dari fase “Zona Waktu” ini dengan selamat, tanpa merusak diri, keluarga, dan lingkungan, namun juga dapat mengelola keletihan phsikologis dan spritual menjadi energi untuk berkarya : erupakan capaian sangat luar biasa yang hanya dapat diraih oleh orang spesial.
***
Didi Kempot membuktikan kelasnya dalam menjalani fase “Zona Waktu” trotoar yang sarat dengan keletihan phsikologis dan spritual ini.
Didi Kempot berhasil melewatinya dengan selamat, tanpa merusak diri, keluarga, dan lingkungan, serta dapat mengelola keletihan phsikologis dan spritual tersebut menjadi energi untuk berkarya dengan tetap memelihara kesadaran akan akar historisnya yang dilekatkan di nama panggungnya, Kelompok Penyanyi Trotoar, Kempot.
Berkarya dengan positioning yang jelas yang tidak saja berdimensi kediriannya namun juga berdimensi sosial kemasyarakatan : Pencipta dan penyanyi lagu-lagu Campursari dengan konsistensi tema.
Tidaklah mudah melakoni berkesenian seperti itu jika tanpa adanya visi besar dan kekuatan bathin yang berakar pada pengalaman empirik jatuh bangun dalam proses positioning berkarya berkesenian.
Lebih tidak mudah lagi jika perjalanan tersebut sampai pada tahap mendapat pengakuan publik sebagai seorang legenda, sampai tahap mendapat pengakuan jurnalistik yang secara kasat mata dapat dilihat dari perlakuan live prosesi pemakaman dari stasiun televisi berita kelas nasional.
***
Indonesia dalam percaturan global saat ini, menurut hemat penulis, sedang berada pada fase “Zona Waktu” yang sarat dengan keletihan phsikologis dan spritual pada trotoar-trotoar percaturan dan pergaulan global.
Pengalaman perjalanan Didi Kempot seharusnya bisa dijadikan referensi sekaligus penyemangat kita sebagai bangsa bahwa Indonesia bisa dan memiliki potensi cukup besar untuk mengelola fase “Zona Waktu” dengan keletihan phsikologis dan spritual ini menjadi energi untuk berkarya yang tidak saja berdimensi nasional namun juga berdimensi global.
Karya-karya inspiratif yang lahir dari laku prihatin anak bangsa untuk mewujudkan Indonesia Pemimpin Dunia sebagai mana sudah dideklarasikan Pemuda Politisi Anggota Parlemen Seluruh Indonesia dari seluruh partai politik dihadapan Presiden/Kepala Negara tanggal 04 November 2010 silam.
“Kami Bertekad, menjadikan Indonesia inspirasi dan pemimpin dunia”
Berbekal keyakinan dan usaha gigih anak bangsa bahwa Indonesia akan mampu bermetamorfosis dari “Zona Waktu” teotoar menuju “Zona Waktu” pemimpin dunia.
Sebagai mana perjalanan Didi Kempot menapaki “Zona Waktu” kehidupannya telah mengajarkan pada kita…. tidak ada yang mustahil…
Sebagaimana seorang anak bangsa bernama Didi Kempot dapat bermetamorfosis dari seniman TROtoar Jakarta menjadi maesTRO campursari berkelas nasional bahkan Internasional…..
Indonesia, insya Allah, dapat bermetamorfosis dari “Zona Waktu” pada posisi TROtoar dalam percaturan global menjadi berada pada “Zona Waktu” sebagai MaesTRO penggerak pembangunan peradaban global yang berakar pada kesadaran historis Indonesia sebagai negara bangsa Pancasila yang, dan tidak terbatas, dijalankan dengan prinsip-prinsip Keterbukaan Informasi Publik.
Taglinenya bisa saja : From “Zona Waktu” TROtoar to “Zona Waktu” maesTRO
Atau lebih singkat : “Zona Waktu” TRO TRO
End