JAKARTA – Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan menyebutkan penggunaan gas air mata yang telah kedaluwarsa oleh polisi merupakan pelanggaran.
“Tentu itu adalah penyimpangan, tentu itu adalah pelanggaran,” kata anggota TGIPF Rhenald Kasali di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin.
Menurut dia, kepolisian sekarang ini bukan military police atau bukan polisi yang berbasis militer, melainkan civilian police. Oleh karena itu, penggunaan senjata seharusnya untuk melumpuhkan, bukan mematikan.
Penggunaan gas air mata yang sudah kedaluwarsa merupakan salah satu kecurigaan tim pencari fakta. Itu sudah dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Ia mengungkapkan bahwa kecurigaan itu terlihat dari para korban yang matanya mulai menghitam dan memerah.
Sementara itu, Kepolisian Negara Republik Indonesia membenarkan ada gas air mata sudah kedaluwarsa saat kericuhan suporter di Stadion Kanjuruhan. Namun, efek ditimbulkan dari cairan kimia itu berkurang dibanding yang masih berlaku.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Dedi Prasetyo di Mabes Polri mengatakan, meski belum diketahui berapa jumlah gas air mata kedaluwarsa yang digunakan saat kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Dedi memastikan sebagian besar gas air mata atau (chlorobenzalmalononitrile/CS) pada saat itu adalah gas air mata yang masih berlaku dengan jenis CS warna merah dan biru.
Mengenai gas air mata kedaluwarsa, Dedi menyebutkan setiap gas air mata mempunyai batas waktu penggunaan. Namun, berbeda dengan kedaluwarsa pada makanan yang menimbulkan jamur dan bakteri hingga bisa mengganggu kesehatan. Gas air mata yang berbahan dasar kimia, menurut dia, kebalikan dari sifat makanan.
Ketika kedaluwarsa, kadar kimianya berkurang. Hal ini sama dengan efektivitas gas air mata ini ketika ditembakkan tidak bisa lebih efektif lagi. (Red).