PUSARAN.CO-Dalam surat resmi No : 01/Eks-ProDEM/IV/2020 tertanggal 28 April 2020, yang ditandatangani oleh Ketua Majelis ProDem, Iwan Sumule dan Sekjend ProDem M. Mujib Hermani, dan ditujukan ke Ketua DPR RI, Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem), dengan tegas menentang dan menolak Perppu No 1/2020 dan Rencana DPR RI membahas RUU Omnibus Law.
Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) memandang perlu menyampaikan sikap dan pemikiran atas berbagai masalah yang saat ini sedang dihadapi bangsa Indonesia, terutama atas kondisi ekonomi bangsa saat ini dan masalah musibah Pandemi Covid-19 yang telah menimbulkan banyak korban jiwa rakyat Indonesia.
Pada prinsipnya kami memahami pemerintah sudah berikhtiar untuk mengatasi masalah pendemi Virus Covid-19 dengan berbagai keputusan, kebijakan dan himbauan dari segala pihak agar masyarakat tetap tinggal dirumah, menjaga jarak, menggunakan masker, Disinfektan dan Hand Sanitizer yang tujuannya untuk keselamatan, kesehatan dan melindungi diri dan sesama masyarakat lainya.
Namun tidak bisa dipungkiri masih ada masyarakat yang terpaksa keluar rumah untuk bekerja mencari nafkah hidupnya, kerena pembagian sembako yang didistribusikan kepada rakyat relatif masih belum disalurkan dengan benar dan tepat kepada masyarakat yang benar benar membutuhkan. Dan masih ada saja oknum yang memanfaatkan untuk kepentingan pribadi, termasuk adanya dugaan penyalahgunaan anggaran kepentingan proyek alkes yang berpotensi di korupsi.
Disisi lain masyarakat mulai merasakan adanya ancaman tindak pidana yang dilakukan oleh pihak- pihak tertentu sebagai perbuatan kriminal. Tentunya masalah ini menjadi keresahan tersendiri yang harus disikapi dengan waspada.
Sementara itu ancaman resesi/krisis ekonomi sedang menghadang di depan mata. Semua itu terjadi kerena Pemerintah di indikasikan gagal mengalokasikan distribusi keuangan negara secara menyeluruh, selain beban utang negara yang meroket (potensi gagal bayar terhadap utang pokok + bunga pinjaman ) yang harus dibayarkan ke Negara asing.
Fakta lain saat ini rakyat semakin miskin dan terlilit utang, tidak mampu membayar piutang seperti yang dialami oleh para pengemudi/ driver online/ojol; Nasabah pinjaman online Peer To Peer lending dan berpotensi menimbulkan gejolak sosial yang sulit dihindari. Termasuk masalah kesenjangan social,ekonomi yang tajam dan penegakkan keadilan yang timpang.
Atas hal tersebut, Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) menganggap Presiden RI/Pemerintah pusat diduga telah lalai dan terlambat mengambil sikap dan tindakan, cendrung menutup-nutupi fakta yang sedang terjadi.
Namun demikian kami mengapresiasi atas langkah dan kebijakkan yang cepat yang sudah diambil oleh beberapa kepala daerah di berbagai provinsi.
Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) memandang perlu menyampaikan sikap dan pandangan ke DPR RI tentang masalah yang menjadi kewenangan DPR:
1. Masalah pemberlakuan Perppu No 1 Thn 2020.
2. Rencana DPR untuk membahas dan berniat mengesahkan RUU Omnibus Law.
Kedua topik masalah hukum ini jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi kita UUD 1945 dan melanggar norma-norma dan kaidah-kaidah hukum dan sistem hukum yang patut di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
MASALAH PERPPU No 1 /2020:
Perppu ini dalam mengisaratkan kenaikan defisit anggaran 5% lebih besar dari UU NO. 17/2007 Keuangan negara yang hanya 3%. Itu artinya Perppu ini sarat kepentingan untuk menyelamatkan kepentingan kekuasaan Presiden dan Pemerintah, ketimbang melindungi kepentingan Negara dan rakyat.
Pasal 27 ayat 2 dan 3 PERPPU No 1/2020, telah mengkebiri fungsi hukum dan lembaga peradilan. Intinya mengecualikan adanya tindakan hukum dalam memperkara masalah atas pelanggaran baik secara perdata, pidana dan PTUN,
Pemerintah /Menteri Keuangan telah memanfaatkan situasi saat ini, seakan-akan kondisi ekonomi memburuk disaat Virus Covid-19 merebak, Padahal kondisi ekonomi sudah memburuk jauh hari sebelumnya;
Perppu N0 1/2020 juga menggambarkan kecemasan dan ketakutan Pemerintah/ Presiden terhadap situasi saat ini dan sekaligus membuktikan ketidakmampuan Presiden mengatasi masalah bangsa ini, terutama ketidakmampuan mengelola dan mengendalikan masalah ekonomi secara nasional dan masalah pandemi Covid 19;
Perppu No.1/2020 bisa disalahgunakan untuk kepentingan pribadi oknum pejabat publik guna memperkaya diri sendiri.
Pada sisi lain Perppu ini sekaligus hanya bentuk akal-akalan oknum pemerintah untuk lepas dari jerat hukum dalam menggunakan uang negara dan menghindari pemakzulan Presiden.
Menurut pendapat kami Presiden sudah keliru menafsirkan Pasal 22 (1) UUD 1945 ( “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti UU”)
Dalam hal yang sama, Presiden juga telah keliru menafsirkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 138/PUU-VII/2009.
(Yang intinya ada beberapa syarat yang harus dipenuhi jika membuat Perppu. Antara lain ada suasana “kegentingan yang memaksa”. Adanya keadaan yang dibutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU dan Adanya masalah kekosongan hukum)
Mestinya Perppu No 1/2020 tidak layak diberlakukan, kerena saat ini bukan dalam keadaan “kekosongan hukum”, Faktanya saat ini sudah ada Undang Undang No 6/2018 tentang Karantina Kesehatan yang sangat jelas dan pasti dapat dijadikan sebagai dasar hukum dalam mengambil kebijakan penanganan pandemi Covid-19.
MASALAH RENCANA DPR MEMBAHAS RUU Omnibus Law:
Draft topik bahasan Omnibus Law jelas merupakan hasil rekayasa pemikiran pemerintah untuk merespon kepentingan pemilik modal (asing). Tidak aspiratif memenuhi kepentingan rakyat Indonesia dan berpotensi merugikan kelompok usaha ekonomi rakyat miskin, seperti buruh, petani, nelayan dan masyarakat miskin kota lainya.
Bahasan draft RUU Omnibus Law lebih membuka ruang yang luas bagi Presiden untuk melanggar hirarki Per-Undang-undangan yang lebih tinggi, memungkinkan Presiden dapat mengganti UU dengan Peraturan Pemerintah (PP). Pendek kata terbersit tujuan untuk melindungi Presiden dari impeach.
Hal lain yang mesti diwaspadai jika UU Sapu Jagat ini diberlakukan, setidak-tidaknya ada puluhan UU yang harus di batalkan secara otomatis.
Lalu bagaimana merevisi UU terkait tersebut dan konsekwensi yuridisnya dikemudian hari?
Hal terburuk dari rencana pembahasan RUU Omnibus Law. Sebagai mana diketahui Hak Guna Usaha (HGU) akan diberikan sampai 90 tahun, lebih lama dari aturan di jaman kolonial yang hanya mencapai 25-30 tahun.
Selain itu pemerintah sekaligus akan memporak porandakan pelaksanaan pembangunan Reforma Agraria. Tanah/Lahan pertanahan, hak ulayat/hak adat dan sumber-sumber agraria lainya akan dikuasai oleh segelintir pemilik modal/asing dan mengakibatkan pemiskinan sistimik bagi petani, peladang, masyarakat adat dan nelayan pesisir pantai.
DPR seharusnya menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law, karena terindikasi pemerintah ingin lolos dari jerat hukum dan tanggungjawab.
Kepanikan dan potensi melanggar hukum dilakukan juga oleh Pemerintah dan oknum-oknum tertentu, antara lain:
Kepanikan pemerintah melalui jubirnya ketika menentukan kebijakan “mudik lebaran”;
Perbuatan melawan Hukum yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM membebaskan Napi dari LP terutama terhadaf Napi Korupsi.
Jika upaya membebaskan para napi tersebut terpaksa dilakukan, mesti ditempuh upaya hukum sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi UUD 1945 sebagai payung hukum, dengan cara memberi kesempatan bagi para napi untuk mengajukan permohonan pengampunan melalui permohonan Grasi kepada Presiden.
Tindakan Menteri keuangan yang hendak menghimbau rakyat untuk membuka rekening donasi. Membuktikan bahwa Negara dianggap sudah tidak punya uang untuk membiayai masalah musibah pandemi.
Perbuatan Staf Khusus Presiden yang memanfaatkan anggaran APBN untuk kepentingan Pribadi, berpotensi sebagai perbuatan KKN dan diduga terindikasi korupsi. Menurut Prodem tak cukup sekedar berhenti atau diberhentikan jabatannya.
Semestinya diperiksa oleh aparat penegak hukum dalam proses penyelidikan dan atau penyidikan.
Kami menganggap ada dugaan konspirasi dan pemufakatan antara DPR dengan Pemerintah pusat, untuk memanfaatkan momentum Bencana Virus Corona, guna merespon kepentingan pengusaha dan investor asing. Akibatnya dapat berpotensi melemahkan partisipasi dan kondisi ekonomi rakyat.(red).