Sidang perdana gugatan tentang ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) di Pengadilan Negeri (PN) Solo sempat diskors dua kali. Perkara nomor 99/Pdt.G/2025/PN Skt itu sebelumnya dilayangkan oleh pengacara asal Solo, Muhammad Taufiq.
Dalam gugatan itu, Jokowi sebagai tergugat 1, KPU Kota Solo sebagai tergugat 2, SMAN 6 Solo sebagai tergugat 3, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai tergugat 4.
Sidang dipimpin oleh majelis hakim Putu Gde Hariadi, Sutikna, dan Wahyuni. Sidang dimulai sekira pukul 10.30 WIB, Kamis (24/4), dan dihadiri semua pihak dari tergugat dan penggugat.
Kuasa hukum Jokowi, YB Irpan, mengatakan sidang tersebut terpaksa ditunda selama 20 menit karena kuasa hukum tergugat 3 atau pihak SMAN 6 Solo belum didaftarkan. Majelis hakim kemudian memberi waktu untuk dilakukan registrasi.
“Untuk masalah ijazah, sidang hari ini sebatas pemeriksaan kelengkapan dokumen bagi kuasa hukum para pihak. Dalam sesi pertama, untuk perkara nomor 99 tentang ijazah palsu, pihak SMAN 6 (Solo) sebagai tergugat 3 ternyata kuasa tersebut belum didaftarkan. Oleh sebab itu, diberi kesempatan untuk diregister, pada akhirnya di-skorsing beberapa menit,” kata Irpan, Kamis (24/4/2025).
Sidang kembali dibuka sekira pukul 11.30 WIB. Sidang kemudian membahas mediator yang ditunjuk untuk memimpin proses mediasi.
Dalam kesempatan itu, pihak penggugat menunjuk Guru Besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Prof Adi Sulistiyono. Para tergugat menyepakati hal tersebut, tapi penggugat diminta agar mendapatkan kepastian dari Prof Adi terlebih dahulu.
“Dari kuasa hukum penggugat telah menentukan Prof Adi Sulistyono, maka pihak kuasa hukum tergugat pada prinsipnya tidak keberatan. Mengingat Prof Adi sepanjang yang saya tahu memiliki kesibukan yang luar biasa sebagai akademisi,” kata Irpan.
Sementara itu, penggugat, yaitu Muhammad Taufiq, menilai Prof Adi adalah sosok yang tepat sebagai mediator kasus ini.
“Kita menghendaki mereka yang jauh dari persoalan rutinitas, karena selama ini ketika mediasi sepertinya bukan dalam rangka mengerucutkan terjadinya pertemuan kehendak berbagai pihak, cenderung mediasi deadlock. Kalau mediatornya seorang guru besar, yang notabene guru saya dan Pak Irpan, itu memberikan nuansa yang berbeda,” kata Taufiq.