Oleh : Jaya Suprana

Secara informal saya dididik berdasar pemikiran kearifan tradisional Jawa yang membentuk sisi spiritual kepribadian saya. Namun secara formal saya dididik berdasar pemikiran kearifan tradisional Barat yang membentuk sisi rasional kepribadian saya.

RASIONAL

Baca Juga
Akibat dididik untuk berpikir rasional maka saya tidak percaya perihal yang dianggap tidak “ilmiah” apalagi apa yang disebut sebagai tahayul. Bahkan akibat terlalu ditempa dengan godam pemikiran tradisional Barat, kerap kali tanpa sadar saya bersikap dumeh alias takabur merendahkan kearifan tradisional bangsa saya sendiri .

Sampai akhirnya pada masa pageblug Corona saya disadarkan bahwa ternyata kearifan tradisional bangsa saya sendiri potensial berdaya-guna sebagai sarana komunikasi.

Terutama dalam komunikasi dengan masyarakat rural tradisional Jawa yang sulit memahami informasi yang disampaikan dengan cara pemikiran tradisional Barat yang selalu dogmatis dianggap lebih “modern” dan “ilmiah”

SCHOCK THERAPY
Terberitakan bahwa di masa prahara mayarakat di sebuah desa di pulau Jawa sulit mengerti maka tidak mau mengerti apa yang disebut sebagai PSBB apalagi social distancing , physical distancing atau apa pun distancing yang disosialisasikan oleh pemerintah dengan bahasa “ilmiah” sesuai pemikiran tradisional Barat.

Di malam hari anak-anak, kaum remaja mau pun kakek-kakek masih tetap asyik berkeliaran secara bergerombol selaras mashab mangan-ora-mangan-asal-kumpul. Aparat pemeritah desa sudah putus asa berupaya menyadarkan masyarakat untuk tidak berkeliaran sambil bergerombol di malam hari.

Untung ada sekelompok pemuda desa kreatif memanfaatkan kepercayaan tahayul setempat sebagai schock terapy menghentikan sikap dan perilaku berkeliaran secara bergerombol demi memutus mata rantai penularan Covd-19.

POCONG
Beberapa pemuda desa sengaja mendandani diri sedemikian rupa sehingga tampak persis pocong.

Kemudian para pocong mileneal satu-persatu secara saling terpisah satu dengan lain-lainnya sesuai kaidah jaga jarak berloncat-loncat ria di berbagai penjuru desa di mana warga desa kerap berkeliaran secara bergerombol di malam hari.

Alhasil secara empirik terbukti metode schock therapy menimbulkan ketakutan massal pada masyarakat desa dengan menggunakan pocong-pocongan berhasil membuat masyarakat desa berhenti berkeliaran secara bergerombol di malam hari.

KEARIFAN TRADISIONAL JAWA
Mungkin juga sebenarnya masyarakat desa tidak sedemikian bodoh untuk percaya bahwa pocong milineal itu pocong sungguhan. Namun mereka dapat menangkap pesan di balik penampilan para pocong gadungan itu adalah untuk mencegah masyarakat berkeliaran secara bergerombol di malam hari demi memutus mata rantai penularan Corona.

Demi menghargai upaya mereka yang sudah susah-payah menyamar sebagai pocong palsu, masyarakat desa sepakat untuk pura-pura takut. Keberhasilan schock therapy pocong mensosialisasikan PSBB lengkap social distancing mau pun physical standing tanpa kata-kata membuktikan bahwa pada hakikatnya kearifan tradisional peradaban bangsa sendiri memang lebih sakti-mandraguna ketimbang kearifan tradisional peradaban bangsa asing Memang wajar bahwa masyarakat lebih mengerti bahasa kebudayaan mereka sendiri ketimbang bahasa kebudayaan asing.(Penulis adalah pembelajar kearifan tradisional Jawa sebagai pedoman hidup)